Kamis, 30 April 2020

30.04.20 : Sertijab BM ILI Bekasi + BUdi Undur Diri



Usai menjalani masa transisi selama kurang lebih 2 (dua) mingguan di area Bekasi, akhirnya sepagi hingga sore dilakukan sosialisasi hingga finalisasi proses serah terima jabatan (sertijab) Branch Manager (BM) ILI, efektif 1 Mei 2020.

Pejabat lama akan dimutasikan menjadi Staf Direktur Operasional sedangkan pejabat baru merupakan jebolan MDP XI yang dilakukan sejak 2 (dua) bulan lalu. Semoga amanah + membawa manfaat besar bagi perusahaan.

Terlampir dokumentasi saat briefing pagi + pelaksanaan sertijab BM ILI Bekasi. Satu lagi tambahan info, hari merupakan hari terakhir mantan BM InShip Bekasi (lulusan MDP IX) berkarya di IG. Selanjutnya ingin mencari suasana baru.

                                                  BeKaSi, 30.04.20

Senin, 27 April 2020

27.04.20 : GoTo Meeting + Arahan BM ILI Jogja



Pagi waktunya melakukan koordinasi bersama kru di kantor. Setelah menyelesaikan isu admin yang harus ditandatangani maupun koreksi memo seandainya ada yang perlu dikoreksi serta berbagai hal administrasi lainnya.

Usai ishoma, rapat online via GoTo Meeting video conference bersama jajaran direksi IG serta para BM ILI + IL + Yatama mulai jam 13.00 hingga 15.00 membahas topik SDM, Keuangan + Operasional.

Sorenya, sharing bersama kandidat BM ILI Jogja, menggantikan BM ILI Jogja yang segera akan dimutasi ke ILI Serang dalam program refreshment. Skaligus melihat2 kegiatan di Pool C dengan dipandu BM ILI Bekasi.

Alhamdulillah mancarli.

                                                     BeKaSi, 27.04.20

Minggu, 26 April 2020

26.04.20 : 30 Prediksi Perilaku Konsumen di NEW NORMAL



By: Yuswohady

April 23, 2020 


Berikut ini adalah 30 prediksi saya mengenai perubahan perilaku konsumen di kenormalan baru (New Normal) selama dan setelah COVID-19 berlalu.

#1. The Fall of Mobility, The Rise of Stay @ Home
Wabah praktis menghentikan mobilitas dan memaksa orang untuk berdiam diri di rumah. “the death of mobility“. Krisis COVID-19 membawa manusia seperti kembali ke zaman purba dimana hidupnya hanya di gua, yaitu rumah. “Welcome stay @ home economy.”

#2. Online-Shopping Widening+Deepening: From Wants to Needs
Pembelian online (online shopping) mulai bergeser dari produk yang sifatnya keinginan (wants) ke produk yang sifatnya adalah kebutuhan (needs). Belanja online konsumen melebar (widening) dari  barang-barang non-esensial ke esensial (daily needs). Dan mendalam (deepening) dimana volume pembeliannya makin besar.

#3. Food Delivery: From “Indulgence” to “Utility”
Konsumen menghindari eating out dan beralih ke layanan delivery. Selama ini konsumen memanfaatkan layanan delivery untuk jenis makanan “indulgence” yaitu untuk pleasure dan enjoyment (seperti: boba tea, pizza, burger, atau ayam geprek) akan bergeser ke “utility” untuk kebutuhan rutin sehari-hari. Dari pemesanan sesekali (occasional) ke pemesanan berulang (habitual/routine).

#4. The Comeback of Home Cooking
Memiliki waktu cukup luang di rumah selama pandemi memberikan kesempatan bagi milenial mengasah keahlian baru yaitu masak. Dalam Millennials Kill Everything (2019) saya mengatakan milenial “membunuh” home cooking karena emak-emak milenial semakin kehilangan kemampuan memasak. Namun rupanya COVID-19 “menghidupkannya” kembali.

#5. Frozen Food: Convenience Solution
Emak-emak milenial sudah terlanjur tidak piawai memasak. Walaupun stay @ home menjadi momentum comeback-nya kebiasaan memasak, namun gaya memasak milenial berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka lebih suka memasak yang simple dan convenient. Maka frozen food dan kemasan ready to cook akan menjadi pilihan.

#6. Going Omni
Dengan matangnya online shopping akibat COVID-19, maka brand-brand besar-menengah-kecil mulai hadir dengan platform omni channel-nya sendiri baik via website atau e-commerce dan tentu physical channels. Mereka tak bisa lagi cuma mengandalkan marketplace besar yang sudah ada. Ingat, customer data is the new gold.

#7. Subscription Model Matters
COVID-19 memaksa konsumen membeli dan mengonsumsi secara serba online: Belanja grocery, menikmati film/musik, membeli makanan, bekerja dan belajar, bermain games, bahkan berolahraga dan yoga pun melalui live class secara online. Tak hanya, belanja online itu dilakukan secara rutin tiap hari atau berkala tiap minggunya. Karena kebutuhannya rutin dan terus menerus, model pembelian berlangganan akan lebih cocok dan efisien. Subscription model will matter.

 #8. TV Strikes Back
Dalam buku Milenial Kills Everything (2019) kami mengatakan bahwa milenial telah membunuh televisi. Tapi, COVID-19 telah menghidupkannya kembali, khusunya smart TV. TV memiliki keunggulan dasar yang tak mungkin dimiliki smartphone yaitu layar besar yang lebih ramah dilihat. Karena itu memasuki era “the death of mobility” akibat social distancing, TV menemukan momentumnya kembali.

#9. DIY & Self-Care @ Home
Ketika konsumen sudah terbiasa dengan stay @ home maka mereka mulai mencoba berbagai hal baru yang menyenangkan. Salah satunya melakukan self-care atau peremajaan diri seperti facial, meni-pedi, spa. Maka tren do it yourself (DIY) ini dapat menjadi kenormalan baru dan pembelian produk-produk self-care secara otomatis mengalami kenaikan.

#10. Zoomable Workplace @ Home
Work from Home memunculkan tren baru “zoomable workplace“ di rumah. Kalau sebelumnya populer istilah “instagramable” maka kini ada istilah tempat kerja di rumah yang “zoomable“. Tren ini dipicu oleh popularitas aplikasi Zoom untuk meeting virtual. Mendekorasi ruang kerja yang eye-catching sebagai background meeting. IKEA atau Informa bakal makin ramai pembeli. Tanpa disadari hal ini telah menjadi kebutuhan self-esteem.

#11. “Work-Live-Play” Balance: Well-Being Revolution
Ketika work from home (WFH) dan flexible working hour (FWH) menjadi kenormalan baru, maka batas waktu antara bekerja (working), mengurus keluarga dan menjalankan parenting ke anak (living), dan menikmati leisure time (playing) menjadi kian kabur. Karena karyawan mengatur waktunya sendiri, maka mereka bisa mengatur keseimbangan working-living-playing dengan lebih baik. Hal ini akan meningkatkan kualitas dan kebahagiaan hidup (well-being).

#12. The Century of Self Distancing
Begitu wabah COVID-19 berlalu, tak serta-merta orang berinteraksi fisik seperti sediakala. Bayang-bayang kematian akibat virus akan terus menghantui. Self-distancing akan menjadi kebiasaan permanen. Memakai masker, mencuci tangan setiap saat, menjaga jarak fisik, menghindari kerumunan akan menjadi kenormalan baru. Akankah cipika-cipiki atau jabat-tangan punah dari muka bumi? 

#13. Contact-Free Lifestyle
Self distancing yang permanen akan melahirkan gaya hidup baru yaitu: “contact-free lifestyle“. Belanja dilakukan secara online untuk menghindari paparan virus. Menerima barang dari layanan antar cukup di depan pintu tanpa kontak fisik. Menghindari kerumunan seperti nonton konser musik atau event olahraga yang syarat kontak fisik. Menghindari olahraga yang “contact-intensive” seperti gulat, tinju, karate, bahkan sepakbola. Jarak antar kursi di pesawat atau bioskop akan lebih lebar.

#14. Low-Trust Society
Krisis Covid-19 juga turut membuat kecurigaan antar warga meningkat di masyarakat. Beberapa kasus penolakan jenazah positif COVID-19; pengusiran tenaga kesehatan karena takut tertular; atau penolakan pemudik oleh masyarakat di kampung saat lebaran, menciptakan kondisi yang saya sebut “low-trust society“. Social distrust di antara anggota masyarakat akan semakin tinggi.

#15. Constantly-Fear Customers
Di tengah krisis dan ketidakpastian. Orang mengalami kekacauan mental healthiness sehingga menjalani hari-hari dalam ketakutan. Takut akan krisis ekonomi, takut kehilangan pekerjaan, takut usaha bangkrut, takut tak mampu bayar hutang bank, takut diri dan keluarga terpapar virus, dan puncaknya takut terenggut nyawa.

#16. Jamu Is the New Espresso
Jamu menjadi minuman yang paling banyak dicari saat ini. Ketika para ahli mengatakan bahwa mpon-mpon yang merupakan bahan dasar minuman jamu dapat menangkal virus COVID-19, jamu langsung laris manis di pasaran. Wabah COVID-19 menjadikan jamu sebagai lifestyle. Jamu is the new espresso.

#17. Halal (Thoyyiban) Becomes Mainstream
Kita tidak tak akan pernah lupa dengan kota Wuhan terutama pasarnya yang menjadi awal mula penyebaran virus. Khususnya kaum muslim, bayangan muram pasar Wuhan adalah wujud dari penyiapan dan pengolahan makanan yang tidak mengikuti prinsip-prinsip halal dan thoyyiban. Maka COVID-19 pun membawa hikmah bagi kaum muslim, yaitu meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya halal dan thoyyiban.

#18. Paylater Solution
DI tengah kecemasan dan ketidakpastian akibat COVID-19, sebisa mungkin konsumen membatasi atau menunda pengeluaran yang bersifat cash. In time of crisis cash is king. Maka layanan paylater yang diberikan oleh bank, perusahaan fintech, dan platform ecommerce seperti GoPay, OVO, atau Tokopedia menjadi solusi bagi konsumen untuk berbagai transaksi.

#19. The Future of Traveling
Bahkan ketika ancaman virus terus mengintai, kita tetap akan berlibur tapi dalam situasi dan kondisi yang bisa dikontrol dan tak terpapar virus. Travellers kian sadar melakukan self social distancing. Karena itu staycation dan wellness tour akan menjadi pilihan. Travelling kian menjadi aktivitas individual bukan lagi grup. Niche tourism lebih berkembang daripada mass tourism. Dan virtual tourism dengan teknologi VR (virtual reality) akan berkembang pesat. 

#20. Virtual Experience Is the Nex Big Thing
Konser musik, event olahraga, hingga konferensi/pameran dibatalkan di seluruh dunia. Sebagai gantinya: virtual concert, virtual sport, virtual conference/seminar, virtual exhibition. Ketika self distancing bakal berlangsung lama, maka virtual experience akan menjadi sesuatu banget. Keunggulannya: “more efficent, more convenient, more personal”.

#21. The Emerging VirSocial
Aktivitas bersama-sama baik nongkrong, olahraga, senam, meditasi dan yoga, hingga nge-game dilakukan secara virtual. Kami menyebutnya “VirSocial” (virtual social). Beberapa minggu terakhir misalnya, marak aktivitas “nongkrong” temen-teman sekantor, sekampung, sekomunitas, atau sesama alumni SD hingga kuliah yang dilakukan via Zoom. Ini adalah kebiasaan baru yang sebelumnya tak dikenal. 

#22. Flexible Working Hours: From “9-to-5” to “3-to-2”
Dalam buku Millennials Kill Everything (2019) saya mengatakan, ke depan milenial “membunuh” jam kerja “9-to-5”. Rupanya Covid-19 membunuhnya lebih cepat. Dengan work from home (WFH), karyawan bereksperimen menjalankan pola kerja flexible working hour (FWH). Maka jam kerja “9-to-5” nantinya akan berubah menjadi “3-to-2” yaitu jam kerja 3 hari di kantor dan 2 hari di rumah dalam seminggu.

#23. The Birth of Zoom Generation
Kalau generasi milenial sering disebut “Instagram Generation” dan Gen-Z adalah “Snapchat Generation”. Maka setelahnya, kita akan menyongsong lahirnya “Zoom Generation”. Kalau generasi milenial dan Gen-Z tumbuh di tengah keajaiban teknologi digital (internet, media sosial, tech startup), Generasi Zoom tumbuh di tengah dunia yang rapuh oleh ancaman pandemi dan risiko hidup yang tinggi. Maka Zoom menjadi “the new Google”.

#24. Cloud Lifestyle
Kebiasaan baru work from home, tuntutan collaborative working, dan maraknya gig economy akan mendorong melonjaknya penggunaan platform sharing yang tersedia via cloud. Maka konsumsi layanan cloud baik SaaS (software as a services), IaaS (infrastructure as a services), PaaS (platform as a services) akan masuk babak baru pertumbuhan eksponensial. Tren ini akan memunculkan cloud lifestyle dimana karyawan bisa bekerja dengan aplikasi dan data yang tersimpan di cloud dan bisa diakses di manapun dan kapanpun.

#25. Telemedicine: from Visit to Virtual
Blessing in disguise, krisis pandemi akan menjadi akselerator revolusi di dunia kesehatan yaitu telemedicine dan virtual health. Seperti halnya remote working dan online learning, konsumen dipaksa untuk mengadopsi gaya baru berobat yaitu secara virtual.

#26. Online + Home-Schooling
COVID-19 memicu dua tren sekaligus dalam proses pembelajaran. Pertama pembelajaran secara online (“online-schooling”) dengan menggunakan platform digital. Kedua peran orang  tua yang semakin besar dalam proses pembelajaran anak (”home-schooling”). Saya menyebut dua tren ini: “online+home-schooling”. Online+home-schooling mengubah secara mendasar wajah dunia pendidikan ke depan.

#27. Ibadah Virtual
COVID-19 turut mengubah perilaku masyarakat dalam beribadah. Sholat berjamaah sementara tidak bisa dilakukan, begitu pula kebaktian atau ibadah di gereja. Solusinya adalah melakukan ibadah secara virtual. Untuk umat Nasrani bisa melakukan ibadah secara virtual dengan live streaming. Bagi umat muslim sholat jamaah di masjid diganti dengan sholat di rumah. Namun, dakwah atau pengajian masih bisa dilakukan secara virtual.

#28. The Rise of Empathy and Solidarity
Krisis COVID-19 merupakan bencana kemanusiaan paling dahsyat abad ini dengan korban nyawa manusia yang begitu besar. Hikmahnya, COVID-19 telah menciptakan solidaritas dan kesetiakawanan sosial. COVID-19 telah menciptakan masyarakat baru yang empatik, penuh cinta, dan welas asih terhadap sesamanya. Sesuatu yang langka ketika wabah belum mendera.

#29. From Drone Parenting to Positive Parenting
COVID-19 bahkan mengubah pela pengasuhan anak (parenting style). Ketika work from home memungkinkan orang tua banyak berkumpul dengan anak, maka pola pengasuhan yang efektif adalah “positive parenting“ dimana orang tua secara proaktif menjelaskan perilaku yang baik dan dan mengajak anak untuk sama-sama memahami situasi sulit ini. Ini berbeda dengan “drone parenting“ ala milenial yang membebaskan anak untuk mengeksplorasi banyak hal sementara orang tua memantau dari jauh.

#30. More Suffering, More Religious
Di tengah krisis COVID-19, agama menjadi tempat bersandar mencari ketenangan sekaligus harapan. Sebagian besar masyarakat menganggap krisis ini adalah bencana atau hukuman yang diberikan Tuhan, bahkan dianggap tanda-tanda hari akhir akan tiba. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat religius, cobaan COVID-19 semakin mendekatkan mereka kepada Tuhan. Karena di tengah wabah ajal bisa setiap saat datang maka mereka memperbanyak amal-ibadah untuk bekal ke akherat.

BeKaSi, 26.04.20.

Jumat, 24 April 2020

24.04.20 : Koordinasi Internal + Webinar Kargo



Pagi sebelum shalat Jum’at melakukan koordinasi internal terkait isu2 operasional, keuangan + tatib perusahaan. Merebaknya Coronavirus langsung maupun gak langsung berdampak terhadap biz IG walau gak banyak.

Jika Coronavirus berlanjut terus, pasok barang akan terpengaruh juga sehingga kita semua diharapkan bisa saling mawas diri dan tetap mengutamakan keselamatan diri + karyawan secara umum.

Perusahaan pasti menopang pelaksanaan hal tersebut dengan menekankan himbauan agar tetap jaga jarak, kenakan masker selama di area kerja + cuci tangan secara rutin.

Sorenya sambil ngabuburit, mendengarkan webinar KARGO yang diadakan oleh salah satu lembaga sembari mengintip kiat2 suksesnya yang dipakai untuk menangani isu Covid-19 dalam pelaksanaan logistik bantuan bencana.

Saat berbuka puasa, Syukur Alhamdulillah dapat kiriman gepuk buatan isteri di Bandung. Gimana caranya sampe di Bekasi dalam kurun 1x24 jam ? Gunakan jaringan Indah Group, alhamdulillah bisa tiba sesuai perkiraan.

                                                    BeKaSi, 24.04.20

Kamis, 23 April 2020

23.04.20 : Silaturahim Bintang Track



Setelah sempat putus kontrak sejak awal tahun 2020 akibat sikon terkini, siang tadi ketemu lagi dengan tim Bintang Track untuk bersilaturahim. Kontrak layanan GPS dengan ILI (sejak 2016) memang sudah selesai tetapi dengan Indah Trucking (ITG) masih terus jalan.

Masing2 memiliki alasan sendiri sehingga ILI memutuskan untuk berhenti sementara waktu, sedangkan untuk ITG karena kebutuhan memonitor kiriman buah2an maka wajib hukumnya. Customer membutuhkan kontrol temperatur.

Tanpa catatan kontrol temperatur niscaya tagihan akan digantung ato dipending. Inilah teknik baru untuk menunda pembayaran he 3x ... Semoga ITG bisa memenuhi permintaan Pelanggan agar gak jadi kendala.

Dokumentasi pertemuan terlampir.

                                                     BeKaSi, 23.04.20.

Minggu, 19 April 2020

19.04.20 : MTD19 Perkeretaapian + Dansos Aluspat 79



Syukur Alhamdulillah. Hari Minggu 19/04 seperti biasa menyempatkan diri mampir ke gudang dan setelah beres, menyiapkan perkuliahan terakhir di Semester Genap 19/20 sehingga minggu depan tinggal melaksanakan UTS.

Mengajar di MTD19 ITL Trisakti dengan mahasiswa yang rata2 bekerja, lumayan repot mengatur waktunya. Saat kita kosong, mahasiswa sedang ada kerjaan. Begitu juga sebaliknya sehingga harus dikoordinasikan terlebih dulu.


Sejauh ini sih ok2 aja. Usai kuliah jam 16.00 dilanjut dengan pertemuan via Zoom video conference bareng tim Dana Sosial (Dansos) Alumni SMP 4 (Aluspat), skaligus kangen2an karena udah lama juga gak ketemuan.

Thanks Bey yang jadi fasilitator, Agus HK, Sarjono, Lia, Etty M, Deni, Ika, Ani. Inilah sobat2 kecil yang hingga kini masih aktif berkoordinasi serta berkeinginan membantu sesama, untuk meringankan beban hidup sobat2 seangkatan - jika boleh dikata begitu.

Jangan lihat nilai rupiah tapi ketulusan untuk membantu sesama, itulah yang menggerakkan Dansos Aluspat masih tetap bisa bertahan, ditengah2 kesulitan yang kini tengah dihadapi setiap orang saat wabah Coronavirus membawa dampak luas. Inshaa Allah diberi kelancaran oleh Allah SWT. Aamiin.

                                                     BeKaSi, 19.04.20

Sabtu, 18 April 2020

18.04.20 : Rapat AAM + Munggahan ILI ITG + K7 Perkeretaapian



Hari Sabtu maunya dipake untuk evaluasi jarak jauh alias rapat online. Otomatis perangkat laptop menjadi prasyarat supaya bisa ikut nimbrung di video conference meeting. Bisa juga pake handphone cuma gak efisien.

Pagi harinya, berdiskusi terlebih dulu dengan koordinator lapangan yang bertugas di AAM – NDC Cikarang. Setelah beres rapat, ikut gabung acara makan siang yang ternyata diadakan oleh anak ILI ITG Bekasi.

Walhasil inilah bentuk kebersamaan walau dalam berbagai kesempatan selalu digaungkan untuk selalu menjaga jarak. Intinya mo masuk bulan suci Ramadhan, ya ada sedikit ritualnya (munggahan) tapi memperhatikan social distancing. Dan jadilah ...

Semoga semuanya berjalan aman, aamiin. Malamnya, lagi mengisi acara kuliah MTD19 Perkeretaapian ITL Trisakti via Zoom vcon. Alhamdulillah selesai juga. Minggu depan tinggal menyiapkan soal UTS. Bismillah.

                                                    Bekasi, 18.04.20

Kamis, 16 April 2020

16.04.20 : Zoom vconf + WA vconf BHI


Satu pelajaran penting dari mewabahnya Coronavirus ke seluruh penjuru dunia yakni menjamurnya penggunaan aplikasi keperluan rapat via online ato video conference seperti Zoom bahkan yang baru kita tahu, Whazzup (WA).

Pagi usai rapat dengan tim ILI Bekasi, siangnya dilanjut rapat dengan BoD IG + BM / Kepala Operasi ILI di seluruh Indonesia dan malamnya dilanjut rapat BoD BHI terkait prospek Halal Logistics via WA video conference.

Semuanya harus dijalani dengan baik dan Inshaa Allah barokah. Bismillah.


BeKaSi, 15.04.20

Senin, 13 April 2020

13.04.20 : 📚 Sedikit Rahasia Tentang Suara Dentuman "Misterius" Yang Terdengar di Jakarta Selatan, Depok, Bogor Hingga Pare-Pare Pada Sabtu 11 April 2020 Dini Hari

Oleh: Syansanata Ra
(Yeddi Aprian Syakh al-athas)

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

DETIKNEWS (11/4/2020) - Suara dentuman yg terdengar Sabtu dini hari (11/4/2020) menghebohkan netizen di Tanah Air. Banyak yang mengaku kaget lantaran suara tersebut mampu menggetarkan jendela dan daun pintu.

Pantauan detikcom di kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (11/4/2020), dentuman mulai terdengar sekitar pukul 01.57 WIB dan terdengar beberapa kali. Sementara itu, di kawasan Limo, Depok, dentuman terdengar mulai pukul 02.00 WIB. Suara dentuman terdengar pelan beberapa kali dengan selang waktu. Suara dentuman juga terdengar di kawasan Beji, Depok, sekitar pukul 02.20 WIB. Bukan hanya terdengar di kawasan Jakarta Selatan, hingga Depok, Jawa Barat, suara dentuman rupanya juga terdengar hingga Desa Kadungmangu, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sekitar pukul 02.40 WIB.

Tidak hanya didengar oleh warga Jakarta Selatan, Depok, dan Bogor, ternyata suara dentuman ini juga didengar salah seorang warga bernama Azhar Zul Firqan di Parepare, Sulawesi Selatan, yang mengaku mendengar suara dentuman pada pukul 04.00 Wita (atau sekitar pukul 03.00 WIB).

https://m.detik.com/news/berita/d-4973299/warga-parepare-sulsel-juga-ngaku-dengar-dentuman-tadi-subuh

Banyak spekulasi kemudian bermunculan terkait suara dentuman yang terdengar sabtu dini hari (11/4/2020) ini.

Melansir dari CNNIndonesiacom, Ahli Vulkanologi sekaligus mantan Kepala Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Surono menyatakan bahwa dentuman dan gemuruh yang dirasakan warga Jakarta dan Jawa Barat pada Sabtu (11/4/2020) dini hari diyakini berasal dari aktivitas Anak Gunung Krakatau.

https://m.cnnindonesia.com/teknologi/20200411050231-199-492511/ahli-vulkanologi-sebut-dentuman-dari-anak-krakatau

Namun pernyataan Ahli Vulkanologi, sekaligus mantan Kepala Badan Geologi ini dibantah oleh Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kasbani, yang menyatakan bahwa suara dentuman tersebut tidak terkait dengan erupsi Anak Gunung Krakatau.

https://m.detik.com/news/berita/d-4972991/pvmbg-dentuman-dini-hari-ini-bukan-berasal-dari-erupsi-anak-krakatau

Pernyataan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ini kemudian dibenarkan oleh Kepala Pusat Penelitian Laut Dalam, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Nugroho Dwi Hananto yang menyatakan bahwa suara dentuman yang terdengar di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) itu bukan berasal dari erupsi Anak Gunung Krakatau, melainkan berasal dari suara gemuruh beruntun Petir yang kebetulan terjadi secara bersamaan.

https://m.mediaindonesia.com/amp/amp_detail/303074-lipi-dentuman-berasal-dari-suara-petir-besar-bersamaan

Namun pernyataan Kepala Pusat Penelitian Laut Dalam, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini dibantah oleh Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, yang menyatakan bahwa suara dentuman tersebut bukan berasal dari Petir, karena data liputan awan yang dipantau LAPAN pada Sabtu (11/4/2020) dini hari tidak menunjukkan adanya awan yang potensial menimbulkan Petir di wilayah Jabodetabek. Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) juga menyatakan bahwa suara dentuman tersebut bukan berasal dari Meteor.

https://m.detik.com/news/berita/d-4973574/soal-dentuman-dini-hari-lapan-bukan-meteor-bukan-petir

Pernyataan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) ini dibenarkan oleh Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Rahmat Triyono yang menyatakan bahwa hasil monitoring Petir menggunakan peralatan lightning detector menunjukkan bahwa pada Sabtu (11/4/2020) dini hari tidak terjadi aktivitas Petir. Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga menyatakan bahwa suara dentuman tersebut bukan berasal dari aktivitas Gempa Tektonik.

https://palu.tribunnews.com/amp/2020/04/11/bmkg-pastikan-asal-suara-dentuman-misterius-bukan-dari-gempa-erupsi-gunung-anak-krakatau-atau-petir

Kemudian yang menjadi pertanyaannya adalah:
"Jika suara dentuman yang terdengar di kawasan Jakarta Selatan, Depok, Bogor, hingga Parepare, Sulawesi Selatan pada Sabtu (11/4/2020) dini hari itu bukan berasal dari erupsi Anak Gunung Krakatau, aktivitas Gempa Tektonik, Petir ataupun Meteor, lantas darimana gerangan sumber suara dentuman itu berasal?"

Di tengah ketidakjelasan dari mana sumber suara dentuman pada Sabtu (11/4/2020) dini hari itu berasal, sebuah analisis yang cukup masuk akal datang dari seorang Vulkanolog Institut Teknologi Bandung (ITB), Mirzam Abdurrachman, yang menjelaskan bahwa suara dentuman itu bisa saja berasal dari aktivitas yang terjadi di dapur magma gunung berapi.

Secara lebih detail, Mirzam Abdurrachman menjelaskan bahwa sumber suara dentuman bisa terjadi akibat dari aktivitas kegunungapian yang berasal dari dapur magma. Saat magma berpindah tempat dari dapur magma yang dalam ke dapur magma yang dangkal, maka akan terjadi kekosongan pada dapur magma yang dalam. Kondisi ini kemudian diikuti dengan ambruknya dapur magma yang dalam, dan ambruknya dapur magma yang dalam kemudian menghasilkan suara dentuman dan juga getaran di daerah sekitarnya.

Mirzam Abdurrachman juga menjelaskan bahwa suara dentuman keras "misterius" juga pernah terjadi di tiga lokasi letusan gunung berapi yang berbeda di dunia.

Peristiwa pertama terjadi pada musim panas tahun 2000 antara tanggal 26 Juni dan 7 Juli. Suara dentuman terdengar sebelum terjadinya kolaps kaldera pada Gunung Miyakejima, Jepang. Dentuman tersebut terjadi beberapa kali sebelum akhirnya berhenti dan kemudian gunung tersebut erupsi sebanyak 6 kali. Letusan eksplosif yang terjadi pada Gunung Miyakejima ini disebabkan oleh perpindahan magma yang terjadi dari dapur magma sehingga menghasilkan amblesan atau kolaps di puncak Gunung Miyakejima.

Suara dentuman keras kedua terjadi pada tahun 2007 saat terjadinya kolaps kaldera di Piton de La Fournaise yang terletak di Pulau Reunion, Samudera Hindia dekat Kepulauan Madagaskar. Gunung dengan ketinggian 2.632 meter di atas permukaan laut ini termasuk ke dalam tipe gunung perisai dengan erupsi seperti gunung-gunung api di Pulau Hawaii.

Dan suara dentuman keras ketiga terjadi pada November 2018 sebelum meletusnya sebuah gunung bawah laut di Kepulauan Mayotte. Hal ini menandakan aktivitas seismik yang unik dan dikabarkan sebagai letusan bawah laut terbesar di dunia. Dikutip dari situs Live Science, disebutkan bahwa dentuman tersebut diawali oleh dentuman pada satu frekuensi yang tunggal. Padahal umumnya gelombang seismik biasanya bergemuruh di banyak frekuensi.

Nah melihat pada fenomena suara dentuman keras "misterius" yang terjadi di tiga lokasi letusan gunung berapi di atas, Mirzam Abdurrachman tidak bisa memastikan apakah suara dentuman "misterius" yang terdengar di kawasan Jakarta Selatan, Depok, Bogor, hingga Parepare, Sulawesi Selatan pada Sabtu (11/4/2020) dini hari tersebut bakal diikuti oleh erupsi gunung berapi atau tidak, karena hal ini perlu dikaji terlebih dahulu dengan data kegempaan serta perubahan temperatur dan pelepasan gas.

Namun jika kita berkaca pada apa yang terjadi pada Gunung Batuwara di masa lalu, maka bukan tidak mungkin jika suara dentuman "misterius" yang terdengar di kawasan Jakarta Selatan, Depok, Bogor, hingga Parepare, Sulawesi Selatan pada Sabtu (11/4/2020) dini hari merupakan pertanda awal yang kemudian diikuti dengan terjadinya erupsi gunung berapi.

David Keys, seorang arkeolog dan koresponden koran “The Independent” London, dalam bukunya yang berjudul “Catastrophe: An Investigation into the Origins of the Modern World” (1999), yang merujuk pada catatan sejarah dari sebuah naskah Jawa kuno berjudul "Pustaka Raja Purwa" menyebutkan sbb,

"Ada SUARA GUNTUR yang MENGGELEGAR berasal dari Gunung Batuwara. Ada goncangan Bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Lalu datanglah badai angin dan hujan yang meooongerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula. Ketika air menenggelamkannya, Pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan Pulau Sumatra”.

Dalam versi yang berbeda yang diyakini juga berasal dari naskah Jawa Kuno berjudul "Pustaka Raja Purwa" disebutkan sbb,

"SUARA MENGGELEGAR datang dari Gunung Batuwara, yang dijawab dengan suara serupa dari Gunung Kapi. Pijaran api menggelora, hingga mencapai langit, keluar dari gunung itu. Seluruh dunia terguncang dan SUARA GUNTUR terus MENGGELEGAR, bersamaan dengan hujan deras dan kilat di tempat itu, tapi air itu bukan memadamkan api di Gunung Kapi, malah mengobarkan api lebih dahsyat. Suaranya sangat menakutkan, hingga membuat Gunung Kapi hancur berkeping-keping hingga masuk ke dalam bumi. Air laut mulai membanjiri daratan, daerah di timur Batuwara hingga Rajabasa tenggelam ke dalam laut. Kehidupan di bagian utara Sunda hingga ke Gunung Rajabasa tenggelam dan menghanyutkan harta benda mereka. Api telah memenuhi daratan itu, di mana Gunung Kapi telah berubah menjadi laut, dan Pulau Jawa terbelah menjadi dua bagian, menciptakan Pulau Sumatra”.

Catatan naskah Jawa Kuno berjudul "Pustaka Raja Purwa" di atas seakan membenarkan apa yang disampaikan oleh Mirzam Abdurrachman,
yang saat ini menjabat sebagai Koordinator Gunung Api, Pusat Penelitian Mitigasi Bencana (PPMB) Institut Teknologi Bandung (ITB) terkait fenomena suara dentuman keras "misterius" yang berasal dari aktivitas vulkanik yang terjadi sebelum terjadinya erupsi sebuah gunung berapi akibat dari berpindah tempatnya magma dari dapur magma yang lebih dalam ke dapur magma yang lebih dangkal (pergerakan naik dari bawah ke atas) sehingga menghasilkan amblesan atau kolapsnya sebuah gunung (pergerakan dari atas ke bawah).

Fenomena inilah yang dalam Al-Qur'an disebut sebagai fenomena ZILZAAL yang berarti "guncangan" atau "gempa bumi" yang diabadikan sebagai nama surat ke-99 yakni Surat Al-Zalzalah.

Kata  ﺯﻟﺰﻝ  (Zalzala) yang berarti “guncangan” berasal dari kata  ﺯﻟﻞ  (Zalla) yang secara harfiah berarti “tergelincir”. Penambahan huruf Za diantara huruf Lam menunjukkan makna pengulangan untuk mengindikasikan bahwa kata  ﺯﻟﺰﻝ  (Zalzala)  bermakna guncangan yang berulang-ulang.

Kata Zilzaal yang diulang sampai 2 kali dalam kalimat Zulzilatil ardhu zilzaalaHaa menunjukkan intensitas guncangan yang luar biasa dahsyat. Kalimat Zulzilatil ardhu zilzaal juga mengindikasikan bahwa setiap bagian, setiap inchi dan setiap partikel dari bumi ikut bergoncang dengan dahsyat.

Menurut para ulama pakar Bahasa Arab, bentuk pengulangan seperti kata Zilzaal ini biasanya diakhiri dengan akhiran “aan” sehingga menjadi kata  ﺯﻟﺰﺍﻻ  (Zilzaalaan). Namun ayat pertama Surat Al-Zalzalah justru menggunakan kalimat Idzaa zulzilatil ardhu zilzaalahaa, bukannya Idzaa zulzilatil ardhu zilzaalaan. Kondisi dalam kalimat yang unik dan tidak biasa ini mengindikasikan bahwa guncangan ini unik dan tidak biasa. Ada ulama yang berpendapat bahwa penggunaan kata ZilzaalaHaa menunjukkan bahwa bumi memang diciptakan dan dirancang oleh Allah untuk “bergoncang” dengan dahsyat di akhir zaman.

Kalimat Zul / zilatil / ardhu / zil / zaalaHaa menunjukkan rangkaian peristiwa sebagai berikut: guncangan (zul), berhenti, guncangan lagi namun lebih dahsyat dan lebih panjang durasinya (zilatil), berhenti lagi, kemudian guncangan lagi (ardhu), kemudian berhenti lagi, dan guncangan lagi (zil), dan berhenti lagi, dan pada akhirnya terjadi guncangan yang paling hebat dan paling dahsyat (zaalaHaa).

Ibnu Abbas ra mengatakan bahwa tafsir dari ayat pertama Surah Az-Zalzalah ini maksudnya adalah bergerak dan bergetar dari bagian bawahnya hingga menimbulkan guncangan yang dahsyat.

Sementara Ustadz Adi Hidayat, Lc, MA dalam salah satu video ceramahnya di media sosial menyebutkan bahwa makna kata  ﺯﻟﺰﻝ  (Zalzala) dalam Surat Al-Zalzalah adalah guncangan atau gempa yang menyebabkan sesuatu yang berada di bagian atas bergerak ke arah bawah, dan sesuatu yang berada di bagian bawah naik menjadi berada di bagian atas alias bertukar posisi.

Pemaknaan kata  ﺯﻟﺰﻝ  (Zalzala) ini memiliki kemiripan dengan apa yang disampaikan oleh Mirzam Abdurrachman terkait fenomena suara dentuman "misterius" yang berasal dari aktivitas vulkanik yang terjadi sebelum terjadinya erupsi sebuah gunung berapi akibat dari berpindah tempatnya magma dari dapur magma yang lebih dalam ke dapur magma yang lebih dangkal (pergerakan naik dari bawah ke atas) sehingga menghasilkan amblesan atau kolapsnya sebuah gunung (pergerakan dari atas ke bawah).

Nah fenomena  ﺯﻟﺰﻝ  (Zalzala) inilah yang sejak ribuan tahun yang silam telah diprediksi dalam sebuah manuskrip kuno beraksara Koptik berjudul "Akbar Ezzeman" yang ditulis oleh Ibrahim bin Wasyff Shah (koleksi Perpustakaan Bodleian, Universitas Oxford No. 9973) yang sekarang sudah menjadi Manuskrip Bruce No. 28 dan kemudian dikutip oleh al-Mas‘udi (ditransliterasi menjadi El-Masoudi), dan kemudian ditransliterasi dengan judul "The History of Time" (koleksi Museum Inggris No. 7503) yang saat ini dikenal dengan judul "Akhbār al-zamān" dan dianggap oleh sebagian orang sebagai karya dari Abul Hasan Mas'udi dengan judul "Akhbar al-Zaman wa man Abādahu al-Hadatsani" yang berjumlah 30 jilid.

Manuskrip kuno beraksara Koptik yang ditulis oleh Ibrahim bin Wasyff Shah tersebut menyebutkan sebagai berikut,

حتى اذا تساوى الرقمان
Hingga ketika (tiba tahun) dengan dua angka yang sama (Tahun 2020 -versi penulis)"

وتفشى مرض الزمان
"Dan mewabahnya MARADHU az-Zamaan (Penyakit Zaman)"

فارتقبوا شهر مارس
"Maka tetaplah di tempatmu (mulai dari) Bulan Maaris (Bulan Maret)"

زلزال يهد الاساس
"(Karena akan terjadi) ZILZAALA (goncangan) yang akan memunculkan dasar (lempeng bumi bagian bawah -versi penulis)" 

*
Apa yang diprediksi dalam Manuskrip kuno beraksara Koptik serta merta mengingatkan saya akan apa yang disampaikan oleh Rasululullah saw ketika sedang memberikan petuah dan nasehat kepada para sahabat, tiba-tiba terdengar suara DENTUMAN yang cukup keras.

Mengutip dari apa yang tertulis dalam Kitab “Assajaru Huliqa Darul Bathny Wal Darul Munajat” disebutkan bahwa ketika Rasulullah saw sedang memberikan petuah dan nasehat, tiba-tiba terdengar oleh mereka (yang hadir saat itu) suara DENTUMAN sebanyak 3 kali berturut-turut, lalu salah seorang dari sahabat bertanya kepada Rasulullah saw:

Wahai Rasulullah saw, bunyi apakah gerangan tadi?”

Kemudian Rasulullah saw menjawab:

Sesungguhnya bunyi DENTUMAN yang baru kita dengar bersama-sama tadi adalah menurut Firman Allah swt yang telah diwahyukan kepadaku melalui hadist qudsi bahwa jauh di sebelah Timur Arabia ini ada DUA GUGUSAN TANAH yang telah MEMPERKENALKAN DIRINYA KEPADA DUNIA, sedangkan menurut hakikat rahasia keyakinan hatiku bahwa manusia yang menjadi penghuni negeri itu sebagian besar akan mengikuti seruanku yaitu beriman dan bertaqwa kepada Allah swt."

(Sumber: Kitab “Assajaru Huliqa Darul Bathny Wal Darul Munajat”)

Nah ada yang menarik dari apa yang diprediksikan dalam Manuskrip kuno beraksara Koptik yang ditulis oleh Ibrahim bin Wasyff Shah, khususnya pada kalimat:

وتفشى مرض الزمان
"Dan mewabahnya Maradhu Az-Zamaan (penyakit zaman)"

Banyak pengkaji naskah manuskrip kuno yang menterjemahkan kalimat ini sebagai "wabah" atau "tha'un", padahal kata  مرض  (maradhu) ini justru disebut dalam 13 ayat di dalam Al-Qur'an, sehingga ketika kita memahami apa makna dari kata  مرض  (maradhu) yang ada dalam ke-13 ayat di dalam Al-Qur'an maka kita akan paham apa yang dimaksud dengan "Maradhu Az-Zamaan" (penyakit zaman).

Dan kata  مرض  (maradhu) yang disebut dalam 13 ayat di dalam Al-Qur'an, justru dikaitkan dengan: (1) kebiasaan berdusta (QS. Al-Baqarah 2:10), (2) kebiasaan menipu (QS. Al-Anfaal 8:49), (3) kebiasaan menyebarkan kabar bohong / hoax (QS. Al-Ahzab 33:60), (4) ketakutan akan bencana (QS. Al-Maa'idah 5:52), (5) cobaan (QS. Al-Hajj 22:53), (6) sebab bertambahnya kekafiran (QS. At-Taubah 9:125), (7) keragu-raguan (QS. An-Nuur 24:50), (8) penyakit (QS. Asy-Syuara 26:80), (9) kemunafikan (QS. Al-Ahzab 33:12), (10) sebab datangnya perintah berdiam diri di rumah (QS. Al-Ahzab 33:32-33), (11) takut mati (QS. Muhammad 47:20), (12) kedengkian (QS. Muhammad 47:29), (13) cobaan bagi orang kafir dan ujian bagi orang beriman (QS. Al-Mudatsir 74:19).

Sampai disini akhirnya kita paham bahwa Al-Qur'an memberikan kita 13 makna sekaligus terkait kata  مرض  (maradhu) yang jika seluruhnya dirangkai menjadi satu akan memberikan kita pemaknaan yang utuh tentang apa itu "Maradhu Az-Zamaan" (penyakit zaman), yakni diantaranya:

(1) Kebiasaan berdusta/berbohong.
(2) Kebiasaan menipu.
(3) Kebiasaan menyebarkan kabar bohong/hoax.
(4) Ketakutan akan bencana.
(5) Takut Mati.
(6) Cobaan/fitnah bagi orang kafir.
(7) Sebab bertambahnya kekafiran.
(8) Keragu-raguan.
(9) Kemunafikan.
(10) Kedengkian.
(11) Penyakit Tha'un.
(12) Sebab datangnya perintah berdiam diri di rumah (social distancing/karantina).
(13) Ujian bagi Orang Beriman.

Nah ternyata ketiga belas makna kata  مرض  (maradhu) inilah yang dimaksud sebagai "Maradhu Az-Zamaan" (penyakit zaman). Bisa jadi ketiga belas "Maradhu Az-Zamaan" (penyakit zaman) inilah yang menjadi sebab terjadinya fenomena  ﺯﻟﺰﻝ  (Zalzala) yakni guncangan atau gempa yang menyebabkan sesuatu yang berada di bagian atas bergerak ke arah bawah, dan sesuatu yang berada di bagian bawah naik menjadi berada di bagian atas alias bertukar posisi, yang memiliki kemiripan dengan fenomena aktivitas vulkanik yang terjadi sebelum terjadinya erupsi sebuah gunung berapi akibat dari berpindah tempatnya magma dari dapur magma yang lebih dalam ke dapur magma yang lebih dangkal (pergerakan naik dari bawah ke atas) sehingga menghasilkan amblesan atau kolapsnya sebuah gunung (pergerakan dari atas ke bawah) dan kemudian menimbukkan suara dentuman yang berulang-ulang.

Namun ada satu pemaknaan kata  مرض  (maradhu) yang menarik untuk dibahas terkait fenomena suara dentuman "misterius" yang terdengar di kawasan Jakarta Selatan, Depok, Bogor, hingga Parepare, Sulawesi Selatan pada Sabtu (11/4/2020) dini hari, yakni kata  مرض  (maradhu) yang ada pada QS. Al-Mudatsir ayat 19, dimana ayat ini mengkaitkan kata  مرض  (maradhu) dengan bilangan "19" sebagai perumpamaan, dimana dengan bilangan ini, orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin, dan orang yang beriman menjadi bertambah keimanannya, serta orang yang diberi Al-Kitab dan sekaligus orang yang beriman menjadi hilang keragu-raguannya.

Bilangan "19" itu sendiri yang disebut dalam QS. Al-Mudatsir ayat 19 sebagai perumpamaan sesungguhnya merujuk akan fenomena berpindahnya kalimat BASMALAH yang berjumlah "19" huruf dari Surat At-Taubah (surat ke-9) yang tidak dibuka dengan Basmalah ke Surat An-Naml (surat ke-27) yang di dalamnya memiliki dua Basmalah sekaligus. Dimana perpindahan dari surat ke-9 ke surat ke-27 itu sendiri berjarak "19" bilangan (dari 9 sampai 27).

Dan ketika perpindahan kalimat Basmalah sejauh 19 bilangan (dari Surat ke-9 ke Surat ke-27) ini digambarkan dalam bentuk Piramida Berundak, dimana Surat ke-9 (Surat At-Taubah) ditempatkan pada posisi Puncak sebagai "perumpamaan" dari Jabal Rahmat di Padang Arafah sebagai Gunung Tempat Bertobat, dan Surat ke-27 (Surat An-Naml atau Surat Semut) ditempatkan pada posisi Dasar sebagai "perumpamaan" dari Wadin Namlu atau Lembah Semut, maka kita akan mendapatkan sebanyak 17 buah undakan atau 17 buah tangga naik dari Surat ke-27 sebagai "perumpamaan" dari Wadin Namlu atau Lembah Semut menuju Surat ke-9 sebagai "perumpamaan" dari Jabal Rahmat di Padang Arafah.

Sebagai Umat Islam tentunya kita tahu bahwa Jabal Rahmat di Padang Arafah adalah tempat bertemunya Nabi Adam as dan Ibunda Hawa, sedangkan Wadin Namlu atau Lembah Semut adalah tempat bertemunya Nabi Sulaiman as dan Ratu Semut yang mengingatkan rakyatnya agar tidak terinjak oleh pasukan Nabi Sulaiman as.

Nah pemaknaan kata  مرض  (maradhu) pada QS. Al-Mudatsir ayat 19 yang berkaitan dengan bilangan "19" yang dimaknai sebagai  berpindahnya kalimat Basmalah dari Surat ke-27 yang berada di Dasar Piramida Berundak sebagai Wadin Namlu atau Lembah Semut NAIK melalui 17 anak tangga ke Surat ke-9 yang berada di Puncak Piramida Berundak sebagai Jabal Rahmat atau Gunung Tempat Bertobat, yang berkaitan dengan kalimat "Maradhu Az-Zamaan" yang disebut dalam Manuskrip Kuno beraksara Koptik yang ditulis oleh Ibrahim bin Wasyff Shah yang menjadi sebab dan peringatan akan terjadinya
زلزال يهد الاساس
yang bermakna "akan terjadi ZILZAALA (goncangan) yang akan memunculkan dasar (lempeng bumi bagian bawah) naik ke atas permukaan bumi", yang ketika dikaitkan dengan fenomena suara dentuman "misterius" yang terdengar di kawasan Jakarta Selatan, Depok, Bogor, hingga Parepare, Sulawesi Selatan pada Sabtu (11/4/2020) dini hari kemarin, jelas merupakan sebuah "perumpamaan" akan terjadinya perpindahan aktivitas vulkanik yang bergerak dari bawah (dapur magma yang lebih dalam) yang bergerak NAIK menuju atas (dapur magma yang lebih dangkal) dimana perpindahan ini kemudian menimbulkan suara dentuman yang berulang-ulang. Dan perpindahan aktivitas vukkanik ini tentunya berkaitan erat dengan keberadaan sebuah GUNUNG.

Nah pertanyaannya kemudian adalah:
"GUNUNG apakah gerangan yang dimaksud?"

Jawabnya ternyata ada dalam Uga Wangsit Siliwangi Versi Naskah Jagasatru VI berikut ini,

"Engke jaga amun tengah peuting ti GUNUNG HALIMUN ku arinyana kadenge SORA NU TUTUNGGULAN, tah eta tanda nu teu sulaya, GUNUNG SUNDA baris dicengkal deui. Tapi GUNUNG KUTA dipahilikeun jeungbGUNUNG KUTU ku jelema ngaku-ngaku urang Sunda anu kamalinaan dina keur sasar mamaksa sina Uga Ngawaruga samemeh wayah. Ulah rawayan dia beunang disambat. Tapi memang arinyana baris kapadaya heula. Lantaran leungiteun HANEULEUM. Hanteu aringet deui wayah saenyana LEBAK CAWENE. Jadi enggon pindah pangawinan dibalabarkeun heula ku di wayah janari gede. Rame SORA TUTUNGGULAN ti GUNUNG LUMPANG, laju ti GUNUNG HALIMUN kadenge sora GOGOONGAN."
( Uga Wangsit Siliwangi Versi Naskah Jagasatru VI )

Terjemahan:
Kelak jika tengah malam dari GUNUNG HALIMUN terdengar SUARA BERULANG-ULANG, itu adalah tandanya, tidak salah lagi. GUNUNG SUNDA yang berbaris akan diukur lagi. Tapi GUNUNG KUTA ditukar dengan GUNUNG KUTU oleh orang yang mengaku Bangsa Sunda yang telah terlena dalam jalan yang salah, memaksa agar Uga Ngawaruga terjadi sebelum waktunya. Jangan sampai kalian mau diajak. Tapi memang kalian akan terpedaya sebab telah kehilangan HANELEUM. Sudah tidak ingat lagi waktu, bahwa LEBAK CAWENE telah menjadi kamar dan pindah pelaminan,  kalian dipagari sementara terlebih dahulu saat menjelang SUBUH terdengar ramai SUARA BERULANG-ULANG dari GUNUNG LUMPANG, terus dari GUNUNG HALIMUN terdengar SUARA DENTUMAN seperti Suara Gong.”
( Uga Wangsit Siliwangi Versi Naskah Jagasatru VI )

Jadi, lewat Uga Wangsit Siliwangi Versi Naskah Jagasatru VI ini, akhirnya kita memperoleh informasi bahwa fenomena suara dentuman "misterius" yang terdengar di kawasan Jakarta Selatan, Depok, Bogor, hingga Parepare, Sulawesi Selatan pada Sabtu (11/4/2020) dini hari adalah Suara Dentuman yang terdengar seperti Suara Gong yang berulang-ulang yang terdengar pada tengah malam menjelang Subuh yang asalnya dari GUNUNG HALIMUN.

Ungkapan "tengah malam" sebagai penanda dari ungkapan Prabu Siliwangi dalam pandangan seorang Budayawan Sunda, Lucky Hendrawan yang kerap dipanggil dengan nama Abah Uci, bila dikaitkan dengan rentang zaman, sama dengan zaman kegelapan, gelap itu hitam, dan ini berarti masuk dalam wilayah kekuasaan Sang Hyang Wisnu. Artinya, masuk ke Zaman Kali Yuga.

Dan apa yang disampaikan oleh Lucky Hendrawan atau Abah Uci ini sesuai dengan apa yang tertulis dalam The Journal of The Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland, Volume 17, Tahun 1881, yang mengutip Kitab Veda Markandeya Purana yang menggambarkan sosok Sang Hyang Wisnu seperti GUNUNG KUTA yang memiliki cahaya terang benderang yang menerangi seluruh wilayah yang ada di sekitar gunung tersebut.

Kemudian terkait GUNUNG HALIMUN disini, bisa saja dimaknai secara fisik, yang merujuk kepada Gunung yang berada di gugusan Gunung Gede Pangrango, Bogor, Jawa Barat.

Dan bukan sebuah kebetulan jika Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Hendra Gunawan, menyatakan bahwa suara dentuman terdengar dari pos pengamat GUNUNG GEDE dan GUNUNG SALAK pada Jumat (10/4/2020) malam.

https://www.pmjnews.com/2020/04/11/pvmbg-jelaskan-soal-dentuman-keras-dari-gunung-gede-dan-salak/

Berikutnya, naskah Uga Wangsit Siliwangi Versi Naskah Jagasatru VI menyebutkan bahwa kelak jika tengah malam dari GUNUNG HALIMUN terdengar SUARA BERULANG-ULANG, itu adalah tandanya.

Tanda apa?

Yakni tanda bahwa "GUNUNG SUNDA baris dicengkeul deui" yakni GUNUNG SUNDA yang berbaris akan diukur kembali.

Yang dimaksud disini adalah bahwa keberadaan  Dataran Sunda (Sunda Land) sebagai sebuah kawasan purba yang dikenal sebagai ATLANTIS akan menjadi ramai diperbincangkan kembali, bukan hanya oleh masyarakat Indonesia, melainkan oleh masyarakat dunia. Dan hal ini dibenarkan oleh Prof. Arysio Santos dalam bukunya "Atlantis The Lost Continelly Finally Found" yang menyimpulkan bahwa ATLANTIS tenyata berlokasi di Sunda Land, yang jauh sebelumnya telah ditulis oleh Oppenheimer dalam bukunya "Eden in The East, The Drowned Continent in South East Asia" yang menyimpulkan bahwa Asia Tenggara atau tepatnya Paparan Sunda Land adalah lokasi “Surga Eden” tempat lahirnya peradaban umat manusia sedunia, pada kurun waktu 80.000 – 6.000 tahun yang lalu.

Ahli geologi Belanda, R.W. Van Bemmelen, menjelaskan bahwa SUNDA adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menamai suatu dataran bagian barat laut India Timur (East Indies). Dataran SUNDA (Sunda Land) dikelilingi oleh sistem GUNUNG SUNDA yang MELINGKAR yang disebut sebagai "Circum-SUNDA Mountain System" yang panjangnya sekitar 7.000 km. Dataran SUNDA (Sunda Land) itu terdiri atas dua bagian utama, yaitu: (1) bagian utara yang meliputi kepulauan Filipina dan pulau-pulau karang sepanjang Lautan Pasifik bagian barat, serta (2) bagian selatan yang terbentang dari barat ke timur sejak Lembah Brahmaputera di Assam (India) hingga Maluku bagian selatan. Selanjutnya, Dataran SUNDA (Sunda Land) ini bersambung dengan sistem Gunung Himalaya di Barat dan dataran SAHUL (Sahul Land) di timur." (Bermmelen, 1949:2-3)

Perhatikan dengan seksama penjelasan R.W. Van Bemmelen tentang Sunda Land di atas, bukankah Van Bemmelen menyebutkan tentang adanya GUNUNG SUNDA yang MELINGKAR yang disebut sebagai "Circum-SUNDA Mountain System". Nah GUNUNG SUNDA yang MELINGKAR inilah yang dimaksud dalam naskah Uga Wangsit Siliwangi Versi Naskah Jagasatru VI dengan istilah "GUNUNG SUNDA BARIS" yang maknanya merujuk kepada GUNUNG SUNDA yang MELINGKAR yang disebut sebagai "Circum-SUNDA Mountain System".

Selanjutnya, sejumlah pulau yang kemudian terbentuk di Dataran SUNDA (Sunda Land)  diberi nama dengan menggunakan istilah SUNDA juga, yakni Kepulauan SUNDA BESAR (The Greater Sunda) dan Kepulauan SUNDA KECIL (The Lesser Sunda). Yang dimaksud dengan Kepulauan SUNDA BESAR (The Greater Sunda) adalah gugusan pulau-pulau yang berukuran besar yang terdiri atas pulau-pulau: Sumatra, Jawa, Madura, Kalimantan dan Sulawesi. Sedangkan yang dimaksud dengan Kepulauan SUNDA KECIL (The Lesser Sunda) adalah gugusan pulau-pulau seperti: Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, Timor, Kepulauan Barat Daya dan Kepulauan Tanimbar." (Bermmelen, 1949:15-16)

Nah ketika "GUNUNG SUNDA BARIS" atau "GUNUNG SUNDA MELINGKAR" yang disebut sebagai "Circum-Sunda Mountain System" telah mulai diukur kembali, maka inilah masanya dimana BUDAK ANGON dan BUDAK JANGGOTAN akan segera muncul dan pergi ke LEBAK CAWENE.

Berikutnya naskah Uga Wangsit Siliwangi Versi Naskah Jagasatru VI memberikan petunjuk dengan kalimat "tapi GUNUNG KUTA ditukar dengan GUNUNG KUTU oleh orang yang mengaku Bangsa Sunda yang telah terlena dalam jalan yang salah". Nah kalimat ini dilihat baik secara fisik maupun secara simbolik. Secara fisik, GUNUNG KUTU adalah nama sebuah gunung yang menjadi batas sebelah selatan LEBAK CAWENE. Sedangkan dalam The Journal of The Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland, Volume 17, Tahun 1881, disebutkan bahwa MOUNT KUTA atau GUNUNG KUTA adalah sebuah gunung yang terletak di wilayah North Celebes atau Sulawesi bagian Utara. Sehingga dengan demikian makna dari kalimat "GUNUNG KUTA ditukar dengan GUNUNG KUTU" bermakna bahwa GUNUNG KUTA yang terletak di North Celebes atau Pulau Sulawesi bagian Utara ditukar dengan GUNUNG KUTU yang menjadi batas sebelah selatan LEBAK CAWENE. Dari sisi Utara ditukar menjadi sisi Selatan. Dan keduanya berkaitan dengan Pulau Sulawesi dan LEBAK CAWENE.

Nah pertanyaannya adalah:
"Jangan-jangan LEBAK CAWENE itu justru adanya di Sulawesi, dan bukan di Jawa Barat".

Mari kita cari tahu bersama...

Dalam naskah Pantun Bogor episode "Ronggeng Tujuh Kalasirna" diperoleh gambaran tentang LEBAK CAWENE, yaitu:

"Cenah mah sagala teh sareba emas/batu-batuna anu gararede sagede-gede kebo, kabeg teh emas bae/koralna, keusikna, kaleutak-leutakna kabeh teh emas tulen anu konengna semua beureum"
( Naskah Pantun Bogor episode "Ronggeng Tujuh Kalasirna" )

Terjemahan:
"Katanya segalanya serba emas, batu-batunya sebesar kerbau, semuanya dari emas, koralnya, pasirnya, tanah lumpurnya semua emas asli, yang kuningnya agak kemerah-merahan"
( Naskah Pantun Bogor episode "Ronggeng Tujuh Kalasirna" )

Setidaknya dari naskah Pantun Bogor episode "Ronggeng Tujuh Kalasirna" diperoleh informasi bahwa ciri-ciri LEBAK CAWENE adalah batu-batunya sebesar kerbau, semuanya mengandung emas, batu kerikilnya, pasirnya dan bahkan tanah lumpurnya semua berwarna kuning agak kemerah-merahan.

Nah melihat ciri-ciri ini, maka lokasi LEBAK CAWENE bisa dimana saja, tidak mutlak harus di Jawa Barat, bisa di Sumatera dengan Ophirnya, bisa di Sulawesi yang memang tanahnya kemerah-merahan dan bisa juga di Papua dengan tambang emas Freeportnya.

Namun merujuk kepada The Journal of The Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland, Volume 17, Tahun 1881, yang menyebutkan perihal MOUNT KUTA atau GUNUNG KUTA yang terletak di North Celebes maka patut dicurigai dan patut diduga bahwa letak LEBAK CAWENE berada di Pulau Sulawesi.

Pertama, terkait ciri-ciri LEBAK CAWENE yang batu-batunya sebesar kerbau, bukankah di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah terdapat situs megalitikum raksasa yang dikenal dengan nama Lembah Bada. Disana kita akan dengan mudahnya menemukan peninggalan megalitikum seperti: Patung Kerbau, Patung Monyet, Patung Perempuan terbaring di sungai, patung kepala kampung dan patung putri raja yang rata-rata berukuran 1-1,5 meter, serta Patung Palindo setinggi lebih dari 4 meter. Dan semua patung-patung ini terbuat dari batu.

Kedua, terkait ciri-ciri LEBAK CAWENE yang batu kerikilnya, pasirnya dan bahkan tanah lumpurnya semua berwarna kuning agak kemerah-merahan, Prof. Andi Nurmiyati Mapangandro dalam buku berjudul "Sang Pemegang Kitab dari Negeri Bijih Besi" yang masih dalam tahap perampungan, menyebutkan bahwa Pulau Sulawesi adalah satu-satunya wilayah yang ada di muka bumi yang di lautannya menancap gunung-gunung yang berfungsi menahan laju samudra, sehingga ia memiliki sifat samudra, dimana air lautnya yang asin yang menyerap ke daratan tertahan oleh kandungan Bijih Besi sehingga pasir pantainya mengandung logam Nikel dan Emas. Prof. Andi Nurmiyati Mapangandro juga menyebutkan bahwa tanah yang ada di Sulawesi, utamanya di daerah Toraya (Enrekang sekarang) seluruhnya berwarna merah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Tanah berwarna Merah adalah pertanda bahwa bijih besi adalah mineral yg dominan di tempat itu, selain itu merahnya tanah menjadi penanda bahwa di tempat itu umurnya sudah sangat tua alias sudah memasuki fase pelapukan akhir. Nah dari apa yang diungkapkan oleh Prof. Andi Nurmiyati Mapangandro dalam bukunya yang berjudul "Sang Pemegang Kitab dari Negeri Bijih Besi" ini jelas menjadi hujjah yang tak terbantahkan bahwa Pulau Sulawesi adalah LEBAK CAWENE yang keberadaannya dicari-cari selama ini. Semua ciri-ciri LEBAK CAWENE yang disebutkan oleh naskah Pantun Bogor episode "Ronggeng Tujuh Kalasirna" seperti batu-batunya sebesar kerbau, semuanya mengandung emas, batu kerikilnya, pasirnya dan bahkan tanah lumpurnya semua berwarna kuning agak kemerah-merahan, seluruhnya ada di Pulau Sulawesi. Terlebih dengan adanya literatur The Journal of The Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland, Volume 17, Tahun 1881, yang menyebutkan bahwa MOUNT KUTA atau GUNUNG KUTA berada di North Celebes atau di Sulawesi Utara.

Dalam naskah Uga Wangsit Siliwangi vesi Jagasatru VI dan Pantun Bogor, keduanya menyebutkan kalimat "tapi kalian akan terpedaya terlebih dulu sebab kehilangan HANEULEUM". Inilah tanda-tanda yang diprediksi oleh Prabu Siliwangi akan muncul sebelum munculnya BUDAK ANGON. Bila tidak segera bertindak, telaga akan jebol. Kata "HANEULEUM" dan "jebolnya telaga" terlihat memiliki hubungan sebab akibat. Mengapa kehilangan HANEULEUM bisa menyebabkan jebolnya telaga?

Dalam Kamus Umum Bahasa Sunda, kata HANDEULEUM adalah kata lain dari HANEULEUM, yang merujuk pada nama pohon sejenis puring yang namanya berkaitan dengan warna dan bentuk daunnya, sehingga dikenal ada Handeleum Hejo (hijau), Handeleum Siyeum (hitam ungu), Handeleum Belang, Handeleum Uncal dsb. Dalam pengertian HANEULEUM sebagai Pohon HANDEULEUM, tentu sulit untukbmenemukan keterkaitan antara kehilangan HANEULEUM dengan jebolnya tanggul. Maka terkait dengan hal ini, tentunya yang dimaksud dengan HANEULEUM disini bukanlah Pohon HANDEULEUM. Menurut Ki Kalong Hideung, HANEULEUM mengandung arti titipan yang harus diberikan kepada yang akan datang. Tapi karena yang berhak menerima titipannya tidak kunjung datang, maka kemudian titipan tersebut dititipkan kepada orang lain. Namun karena terlalu lama menunggu dan yang berhak menerima titipan tidak juga datang, akhirnya orang yang dititipi sudah mulai lupa dengan titipan tersebut. Kalaupun kemudian dia ingat, dia sudah tidak tahu apa  sesungguhnya yang dititipkan itu. Nah HANEULEUM dalam arti inilah yang cocok dihubungkan dengan kedatangan BUDAK ANGON dalam naskah Uga Wangsit Siliwangi.

Nah pertanyaannya adalah:
"HANEULEUM atau titipan tentang apa yang dititipkan kepada BUDAK ANGON hingga dikatakan bahwa jika kehilangan HANEULEUM bisa menyebabkan jebolnya telaga?"

Jawabnya:
Titipan tentang rahasia "Sesar Megathrust Sulawesi Utara" yang dalam literatur The Journal of The Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland, Volume 17, Tahun 1881, terkait erat dengan keberadaan MOUNT KUTA atau GUNUNG KUTA di North Celebes (Sulawesi Utara).

Dalam buku "Peta Sumber dan Bahaya Gempa  Indonesia Tahun 2017" yang diterbitkan oleh Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN) disebutkan bahwa wilayah Pulau Sulawesi memiliki 48 struktur sesar aktif dan 1 Zona Megathrust Sulawesi Utara.

Nah ke-48 struktur sesar aktif dan 1 Zona Megathrust Sulawesi Utara ini terhubung langsung dengan GUNUNG BAWAKARAENG.

Pertanyaannya adalah:
"Ada apa dengan GUNUNG BAWAKARAENG?"

Jawabnya:
GUNUNG BAWAKARAENG yang terletak di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan ini terkait erat dengan keberadaan ATLANTIS yang menurut Prof. Arysio Santos berada di wilayah Paparan Dataran Sunda (Sunda Land), dimana Sulawesi berada di Dataran Sunda Besar (The Great Sunda).

Perlu dicatat bahwa para perajin besi dari ATLANTIS yang oleh Plato, sang filsuf Yunani Kuno dikisahkan selalu mengirimkan perhiasan ke Benua Eropa adalah para perajin besi wanita yang tinggal di bawah kaki GUNUNG BAWAKARAENG yang hilang dalam waktu sehari semalam akibat meletusnya GUNUNG BAWAKARAENG sehingga mengakibatkan Daratan ATLANTIS atau Paparan Dataran Sunda (Sunda Land) hilang tenggelam ke dasar samudera.

Selain itu, dalam sebuah Seminar dan Kaduppakang Gunung Bulu Bawakaraeng di Istana Tamalate, Senin (6/8/2019) yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Gowa bersama Forum Intelektual Selatan Sulawesi (FISS) Parimpungan Anak Gowa dan Kriyaw Pecinta Alam selama dua hari dengan mengangkat tema "Kembalikan Kedudukan Gunung Bulu Bawakaraeng" disimpulkan bahwa dalam sejarah, GUNUNG BAWAKARAENG pernah tercatat mengalami 3 kali erupsi, namun status GUNUNG BAWAKARAENG saat ini sudah menjadi gunung mati alias gunung yang tidak lagi menunjukkan aktivitas vukkanik sama sekali, ditunjukkan dengan tidak adanya kandungan lahar di dalam dapur magmanya, namun hasil penelitian justru menunjukkan fakta mencengangkan lainnya bahwa ternyata GUNUNG BAWAKARAENG menyimpan debit air dengan volume yang sangat tinggi, dan saat ini telah berhasil ditemukan tujuh pintu mata air baru di bawah kaki GUNUNG BAWAKARAENG. Inilah sebabnya mengapa GUNUNG BAWAKARAENG dapat menenggelamkan satu daratan ATLANTIS hanya dalam sehari semalam dan ini pulalah
sebabnya gunung ini dinamai dengan nama BAWAKARAENG, yang berarti "Pintu Tuhan". 

Nah disinilah kemudian baru dapat dipahami makna dari kalimat "kehilangan HANEULEUM bisa menyebabkan jebolnya telaga" dalam naskah Uga Wangsit Siliwangi, yang maknanya merujuk kepada ketidaktahuan akan titipan pengetahuan tentang rahasia keberadaan Zona Megathrust Sulawesi Utara yang dalam literatur The Journal of The Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland, Volume 17, Tahun 1881, dikaitkan dengan keberadaan MOUNT KUTA atau GUNUNG KUTA di North Celebes (Sulawesi Utara) yang harus dipantau terus-menerus karena jika sewaktu-waktu terjadi aktivitas vulkanik ataupun aktivitas tektonik di Zona Megathrust Sulawesi Utara ini maka akan terhubung langsung dengan sesar aktif yang berada di bawah kaki GUNUNG BAWAKARAENG di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, yang dalam Naskah Uga wangsit Siliwangi disebut sebagai GUNUNG KUTU yang terlwtak di sisi selatan LEBAK CAWENE, dan jika terjadi pergeseran pada sesar aktif yang berada di bawah kaki GUNUNG BAWAKARAENG ini maka akan berdampak pada jebolnya Bendungan Air dengan volume yang sangat tinggi yang berada di dalam Perut GUNUNG BAWAKARAENG yang pada masa lampau mampu menenggelamkan satu Paparan Daratan ATLANTIS.

Inilah yang dimaksud oleh Naskah Uga Wangsit Siliwangi dengan kalimat "kehilangan HANEULEUM bisa menyebabkan jebolnya telaga" yakni jebolnya Bendungan Air Maha Dahsyat yang berada di kaki GUNUNG BAWAKARAENG.

Semoga hal ini tidak akan terjadi dan Semoga orang yang dititipi HANEULEUM atau titipan pengetahuan akan rahasia keberadaan GUNUNG KUTA di sisi utara LEBAK CAWENE yakni Zona Megathrust Sulawesi Utara dapat memahami dengan baik puzzle-puzzle dalam Naskah Uga Wangsit Siliwangi, karena naskah ini bukan hanya untuk kepentingan Wangsa Sunda yang disalahartikan hanya sebagai Suku Sunda yang ada di Jawa Barat, tapi juga menyangkut kepentingan Wangsa Sunda yang mencakup Dataran Sunda Besar (The Great Sunda) dan Dataran Sunda Kecil (The Lesser Sunda).

Demikian pemaknaan pesan yang bisa saya sampaikan sependek pemahaman saya yang terbatas atas fenomena Suara Dentuman "Misterius" pada Sabtu (10/04/2020) dini hari kemarin.

Wallahu ta’ala a’lamu bish shawab,

Kebenaran itu datangnya hanya dari Tuhanmu Yang Maha Benar (Al-Haqqu min Rabbika, fa Laa takuunanna minal mumtariin). Sedangkan kesalahan atau kekeliruan datangnya semata dari diri saya pribadi, dan saya membuka pintu koreksi yang sebesar-besarnya demi untuk kesempurnaan kajian ini.

Sarwa Rahayu,
Jaya Jayanti Nusantara

Ditulis di: Bhumi Maanuwar al-Jawi
Mulai ditulis: Sabtu Pahing (Tumpak Arga),
11 April 2020 Masehi (17 Sya'ban 1441 Hijriah).
Selesai ditulis: Minggu Pon (Raditya Kencana),
12 April 2020 Masehi (18 Sya'ban 1441 Hijriah),

Wuku Tambir, Tahun Wawu (Wasana) 1953 Jawa, Pranatamangsa Kasanga, Windu Sangara, Kurup Salasiyah, Masa Kala Bendu, Zaman Kali Sangara.

Sumber : detiknews, 11.04.20.