Senin, 29 Maret 2010

29.03.10 : Bawang Merah

Pada tahun 1919 ketika flu membunuh 40 juta orang, ada seorang dokter yang mengunjungi banyak petani untuk melihat apakah ia dapat membantu mereka memerangi flu.


Banyak petani dan keluarga mereka telah tertular dan banyak yang meninggal. Dokter ini mengunjungi satu keluarga petani, dan yang mengejutkannya, ternyata semua orang sangat sehat.

Ketika dokter bertanya apa yang dilakukan petani yang membuatnya berbeda, sang istri menjawab bahwa ia telah menaruh bawang merah yang telah dikupas dalam sebuah piring pada setiap kamar di rumah itu, (mungkin hanya dua kamar waktu itu).

Dokter itu tidak percaya dan bertanya apakah ia dapat memiliki salah satu dari bawang merah itu untuk melihatnya di bawah mikroskop. Istri petani itu memberinya satu dan ketika dia melakukan hal ini, ia menemukan virus flu di bawang merah itu.

Bawang merah ini jelas menyerap bakteri, oleh karena itu, menjaga keluarga ini tetap sehat. Saya mendengar cerita ini dari penata rambut saya di AZ. Dia mengatakan bahwa beberapa tahun lalu banyak dari karyawan yang datang bekerja dengan sakit flu dan begitu juga banyak dari pelanggannya.

Tahun berikutnya ia meletakkan beberapa mangkuk bawang merah di sekitar tokonya. Yang mengejutkan, tak satu pun stafnya sakit. Ternyata berhasil .. (Bukan, dia tidak dalam bisnis bawang merah.)

Moral dari cerita ini, belilah beberapa bawang merah dan tempatkan dalam mangkuk di sekitar rumah Anda. Jika Anda bekerja di dalam kantor, tempatkan satu atau dua di kantor atau di bawah meja Anda atau bahkan di atas suatu tempat. Cobalah dan lihat apa yang terjadi. Kami melakukannya tahun lalu dan kami tidak pernah terserang flu.

Hal ini membantu Anda dan orang-orang yang Anda cintai dari sakit,dan semua menjadi lebih baik. Jika Anda terkena flu, itu hanya mungkin menjadi satu kasus yang ringan ..

Ada sebuah P.S.,
ketika aku mengirimkannya ke seorang teman di Oregon yang secara teratur memberikan kontribusi materi masalah kesehatan kepada saya. Dia menjawab dengan pengalaman yang paling menarik tentang bawang merah : Weldon, terima kasih untuk mengingatkan.

Aku tidak tahu tentang kisah petani itu ... tapi, aku tahu bahwa saya terkena pneumonia dan tidak perlu untuk mengatakan aku sangat sakit ... aku menemukan sebuah artikel yang mengatakan untuk memotong kedua ujung sebuah bawang merah, lalu letakkan salah satu ujungnya pada sebuah garpu dan kemudian tempatkan ujung garpu pada sebuah stoples kosong ... letakkan stoples itu di sebelah pasien yang sakit pada waktu malam hari.

Dikatakan bahwa bawang merah akan menjadi hitam di pagi hari karena kuman2 ... tentu saja hal itu terjadi persis seperti itu ... bawang merah itu berantakan dan aku mulai merasa lebih baik.

Hal lain yang saya baca di artikel itu bahwa bawang merah dan bawang putih yang ditempatkan di sekitar ruangan menyelamatkan banyak orang dari wabah hitam tahun yang lalu. Bawang merah dan bawang putih mempunyai kekuatan antibakteri, peralatan antiseptik. Ini adalah catatan lain.

SISA BAWANG MERAH BERACUN

Bawang merah adalah sebuah magnet besar untuk bakteri, terutama bawang mentah. Anda seharusnya jangan pernah berencana untuk menyimpan sebagian dari irisan bawang merah. Hal ini tidak aman bahkan jika Anda memasukkannya ke dalam tas zip-lock dan memasukkannya ke dalam kulkas Anda.

Bawang merah sudah cukup terkontaminasi hanya dengan dipotong dan dibiarkan terbuka untuk sebentar saja, sehingga hal itu dapat membahayakan Anda (dan perlu lebih waspada lagi terhadap bawang merah yang Anda masukkan ke dalam hotdog Anda di taman bisbol!)

Jika Anda mengambil sisa bawang merah dan memasak seperti orang gila, anda mungkin akan baik-baik saja, tetapi jika Anda memotong sisa bawang merah dan menaruh pada sandwich Anda, Anda sedang mencari masalah.

Baik bawang merah dan kentang basah dalam salad kentang, akan menarik dan menumbuhkan bakteri bahkan lebih cepat daripada mayones komersial yang akan mulai rusak.

Selain itu, anjing tidak boleh makan bawang merah. Perut anjing tidak dapat mengolah bawang merah.

Harap diingat, adalah berbahaya untuk mengiris bawang merah dan mencoba menggunakannya untuk memasak pada hari berikutnya, bawang merah menjadi sangat beracun bahkan untuk satu malam dan menciptakan bakteri beracun yang bisa menyebabkan infeksi lambung yang buruk dikarenakan kelebihan sekresi empedu dan bahkan keracunan makanan.

Please pass it on to all you love and care.

Sumber : Unknown.

Kamis, 25 Maret 2010

25.03.10 : Dua Butir Telur

By : Ilham Khairi
Dua butir telur sedang berdiskusi mau jadi apa mereka kelak.

Telur pertama berkata, “Aku ingin menjadi tiram... yang hanya diam saja dalam air dan makanan akan datang dengan sendirinya seiring dengan arus laut.”

Telur kedua tidak sependapat, “Aku ingin menjadi seekor elang yang bebas kemana pun dia ingin pergi dan bebas mengambil keputusan serta menentukan jalan hidupnya sendiri.”

Impian mereka pun menjadi menjadi kenyataan, telur pertama menjadi seekor tiram, telur kedua menjadi seekor elang. Namun, alam tidak berkata demikian. Arus laut yang terjadi tidak membawakan mereka
makanan.

Akhir cerita tiram itu mati karena kelaparan sedang elang itu tetap bisa hidup. Tiram tidak mau bersusah payah mengambil keputusan dan inisiatif, juga tidak mau bertanggung jawab terhadap siapa pun akhirnya mati terbawa arus lautan itu sendiri.

Sedangkan seekor elang tidak harus mengikuti arus angin, tapi bisa mengatur dan kadang kala melawan arus angin ketika mencari makan.

---------

Hidup memang penuh pilihan. Dari cerita dua butir telur tadi...kita

bisa memilih, ingin menjadi tiram yang cuma pasrah dan merasa puas

dengan keadaan sekarang...atau seekor elang yang bebas menentukan

hidupnya dan pergi kemana saja dia suka.

Catatan :

Kalau ingin seperti elang, kenapa tetap bermimpi menjadi tiram?

Seorang pemenang akan berkata "Memang tidak mudah...tapi BISA!!!" Tapi

seorang pecundang akan berkata "Memang bisa... tapi tidak mudah."

Senin, 22 Maret 2010

22.03.10 : Juice Daun Pepaya, Obat DB

Berdasarkan pengalaman dari seorang anak laki-laki yang telah sembuh dari penyakit demam berdarah setelah sebelumnya mengalami masa kritis di ICU ketika trombositnya mencapai angka 15 dan menghabiskan 15 liter tranfusi darah.

Ayah dari anak tersebut mendapatkan rekomendasi dari temannya tentang Juice Daun Pepaya Mentah. Setelah minum juice tersebut, trombosit temannya yang semula 45 dengan 25 liter tranfusi darah naik dengan cepat menjadi 135.

Hal ini membuat dokter dan perawat terkejut. Bahkan keesokan harinya, temannya itu sudah tidak diberikan tranfusi lagi.

Cara membuat Juice tersebut:

♣ 2 helai daun pepaya dibersihkan, ditumbuk dan diperas dengan saringan kain

♣ Akan didapatkan 1 sendok makan per helai daun

♣ Takarannya 2 sendok makan 1 kali sehari

♣ Daun jangan dimasak, direbus atau dicuci dengan air panas karena khasiatnya akan hilang

♣ Ingat: hanya daunnya saja, bukan batangnya atau getahnya

♣ Rasanya memang pahit sekali, tetapi tetap harus diminum

Pengalaman lain tentang juice daun pepaya mentah ini didapat oleh seseorang dengan kondisi yang sangat parah. Orang ini keadaannya sangat kritis, di mana paru-parunya telah mulai diisi air karena angka trombositnya yang sangat rendah.

Sampai-sampai dia kesulitan untuk bernafas.Dokter hanya bisa berkata bahwa kekebalan tubuhnya yang akan bisa membuat dia bertahan. Untungnya, ibu mertua dari pasien tersebut mendengar tentang juice daun pepaya mentah tersebut.

Setelah diberikan kepada pasien, keesokan hari, trombositnya mulai naik dan demamnya mulai hilang. Juice itu terus diberikan dan 3 hari berikutnya dia dinyatakan sembuh.

Tolong sebarkan informasi ini karena belakangan ini banyak sekali kasus penyakit demam berdarah.

Sumber : Unknown.

Kamis, 18 Maret 2010

18.03.10 : Botol & Gemerincing Koin

[Kisah yang menggugah, semoga dapat menemani hari Anda. Selamat menikmati]

Setahuku, botol acar besar itu selalu ada di lantai di samping lemari di kamar orangtuaku. Sebelum tidur, Ayah selalu mengosongkan kantong celananya lalu memasukkan semua uang recehnya ke dalam botol itu.

Sebagai anak kecil, aku senang mendengar gemerincing koin yang dijatuhkan ke dalam botol itu. Bunyi gemericingnya nyaring jika botol itu baru terisi sedikit. Nada gemerincingnya menjadi rendah ketika isinya semakin penuh.

Aku suka jongkok di lantai di depan botol itu, mengagumi keping-keping perak dan tembaga yang berkilauan seperti harta karun bajak laut ketika sinar matahari menembus jendela kamar tidur.

Jika isinya sudah penuh, Ayah menuangkan koin-koin itu ke meja dapur, menghitung jumlahnya sebelumnya membawanya ke bank. Membawa keping-keping koin itu ke bank selalu merupakan peristiwa besar.

Koin-koin itu ditata rapi di dalam kotak kardus dan diletakkan di antara aku dan Ayah di truk tuanya. Setiap kali kami pergi ke bank, Ayah memandangku dengan penuh harap.

"Karena koin-koin ini kau tidak perlu kerja di pabrik tekstil. Nasibmu akan lebih baik daripada nasibku. Kota tua dan pabrik tekstil disini takkan bisa menahanmu."

Setiap kali menyorongkan kotak kardus berisi koin itu ke kasir bank, Ayah selalu tersenyum bangga. "Ini uang kuliah putraku. Dia takkan bekerja di pabrik tekstil seumur hidup seperti aku.".

Pulang dari bank, kami selalu merayakan peristiwa itu dengan membeli es krim. Aku selalu memilih es krim cokelat. Ayah selalu memilih yang vanila. Setelah menerima kembalian dari penjual es krim, Ayah selalu
menunjukkan beberapa keping koin kembalian itu kepadaku. "Sampai dirumah, kita isi botol itu lagi."

Ayah selalu menyuruhku memasukkan koin-koin pertama ke dalam botol yang masih kosong. Ketika koin-koin itu jatuh bergemerincing nyaring, kami saling berpandangan sambil tersenyum. "Kau akan bisa kuliah
berkat koin satu penny, nickle, dime, dan quarter," katanya. "Kau pasti bisa kuliah. ayah jamin."

Tahun demi tahun berlalu. Aku akhirnya memang berhasil kuliah dan lulus dari universitas dan mendapat pekerjaan di kota lain. Pernah, waktu mengunjungi orangtuaku, aku menelepon dari telepon di kamar
tidur mereka. Kulihat botol acar itu tak ada lagi. Botol acar itu sudah menyelesaikan tugasnya dan sudah di pindahkan entah ke mana.

Leherku serasa tercekat ketika mataku memandang lantai di samping lemari tempat botol acar itu biasa di letakkan.

Ayahku bukan orang yang banyak bicara, dia tidak pernah menceramahi aku tentang pentingnya tekad yang kuat, ketekunan, dan keyakinan.

Bagiku, botol acar itu telah mengajarkan nilai-nilai itu dengan lebih nyata daripada kata-kata indah.

Setelah menikah, kuceritakan kepada susan, istriku, betapa pentingnya peran botol acar yang tampaknya sepele itu dalam hidupku. Bagiku, botol acar itu melambangkan betapa besarnya cinta Ayah padaku. Dalam
keadaan keuangan sesulit apa pun, setiap malam Ayah selalu mengisi botol acar itu dengan koin.

Bahkan di musim panas ketika ayah diberhentikan dari pabrik tekstil dan Ibu terpaksa hanya menyajikan
buncis kalengan selama berminggu-minggu, satu keping pun tak pernah diambil dari botol acar itu.

Sebaliknya, sambil memandangku dari seberang meja dan menyiram buncis itu dengan saus agar ada rasanya
sedikit, Ayah semakin meneguhkan tekadnya untuk mencarikan jalan keluar bagiku.

"Kalau kau sudah tamat kuliah," katanya dengan mata berkilat-kilat, "kau tak perlu makan buncis kecuali jika kau memang mau."

Liburan Natal pertama setelah lahirnya putri kami Jessica, kami habiskan di rumah orangtuaku. Setelah makan malam, Ayah dan Ibu duduk berdampingan di sofa, bergantian memandangku cucu pertama mereka.

Jessica menagis lirih. Kemudian Susan mengambilnya dari pelukan Ayah.

"Mungkin popoknya basah," kata Susan, lalu di bawanya Jessica ke kamar tidur orangtuaku untuk di ganti popoknya.

Susan kembali ke ruang keluarga denga mata berkaca-kaca. Dia meletakkan Jessica ke pangkuan Ayah, lalu menggandeng tanganku dan tanpa berkata apa-apa mengajakku ke kamar.

"Lihat," katanya lembut, matanya memandang lantai di samping lemari. Aku terkejut. Di lantai, seakan tidak pernah di singkirkan, berdiri botol acar yang sudah tua itu. Di dalamnya ada beberapa keping koin.

Aku mendekati botol itu, merogoh saku celanaku, dan mengeluarkan segenggam koin. Dengan perasaan haru, kumasukkan koin-koin itu kedalam botol. Aku mengangkat kepala dan melihat Ayah. Dia menggendong Jessica dan tanpa suara telah masuk ke kamar. Kami berpandangan . Aku tahu, Ayah juga merasakan keharuan yang sama. Kami tak kuasa berkata-kata.

Sumber : Unknown.

Kamis, 04 Maret 2010

04.03.10 : Soursop or Sirsak

CANCER KILLER :


THE SOURSOP ( SIRSAK ) 10.000 TIMES STRONGER BETTER THEN CHEMOTHERAPY.

Guyabano, The Soursop Fruit

The Sour Sop or the fruit from the graviola tree is a miraculous natural cancer cell killer 10,000 times stronger than Chemo.

Why are we not aware of this?

Its because some big corporation want to make back their money spent on years of research by trying to make a synthetic version of it for sale.

So, since you know it now you can help a friend in need by letting him know or just drink some sour sop juice yourself as prevention from time to time.

The taste is not bad after all. It's completely natural and definitely has no side effects.

If you have the space, plant one in your garden.

The other parts of the tree are also useful.

The next time you have a fruit juice, ask for a sour sop.

How many people died in vain while this billion-dollar drug maker concealed the secret of the miraculous Graviola tree?

Th is tree is low and is called graviola in Brazil , guanabana in Spanish and has the uninspiring name "soursop" in English.

The fruit is very large and the subacid sweet white pulp is eaten out of hand or, more commonly, used to make fruit drinks, sherbets and such.

The principal interest in this plant is because of its strong anti-cancer effects.

Although it is effective for a number of medical conditions, it is its anti tumor effect that is of most interest.

This plant is a proven cancer remedy for cancers of all types.

Besides being a cancer remedy, graviola is a broad spectrum antimicrobial agent for both bacterial and fungal infections, is effective against internal parasites and worms, lowers high blood pressure and is used for depression, stress and nervous disorders.

If there ever was a single example that makes it dramatically clear why the existence of Health Sciences Institute is so vital to Americans like you, it's the incredible story behind the Graviola tree.

The truth is stunningly simple:

Deep within the Amazon

Rainforest grows a tree that could literally revolutionize what you, your doctor, and the rest of the world thinks about cancer treatment and chances of survival.

The future has never looked more promising.

Research shows that with extracts from this miraculous tree it now may be possible to:

* Attack cancer safely and effectively with an all-natural therapy that does not cause extreme nausea, weight loss and hair loss

* Protect your immune system and avoid deadly infections

* Feel stronger and healthier throughout the course of the treatment

* Boost your energy and improve your outlook on life


The source o f this information is just as stunning: It comes from one of America 's largest drug manufacturers, the fruit of over 20 laboratory tests conducted since the 1970's!

What those tests revealed was nothing short of mind numbing...

Extracts from the tree were shown to:

* Effectively target and kill malignant cells in 12 types of cancer, including colon, breast, prostate, lung and pancreatic cancer.

* The tree compounds proved to be up to 10,000 times stronger in slowing the growth of cancer cells than Adriamycin, a commonly used chemotherapeutic drug!

* What's more, unlike chemotherapy, the compound extracted from the Graviola tree selectively hunts down and kills only cancer cells.

It does not harm healthy cells!

The amazing anti-cancer properties of the Graviola tree have been extensively researched--so why haven't you heard anything about it?

If Graviola extract is as half as promising as it appears to be--why doesn't every single oncologist at every major hospital insist on using it on all his or her patients?

The spine-chilling answer illustrates just how easily our health--and for many, our very lives(!)--are controlled by money and power.

Graviola--the plant that worked too well

One of America 's biggest billion-dollar drug makers began a search for a cancer cure and their research centered on Graviola, a legendary healing tree from the Amazon Rainforest.

Variou s parts of the Graviola tree--including the bark, leaves, roots, fruit and fruit-seeds--have been used for centuries by medicine men and native Indians in South America to treat heart disease, asthma, liver problems and arthritis.

Going on very little documented scientific evidence, the company poured money and resources into testing the tree's anti-cancerous properties--and were shocked by the results. Graviola proved itself to be a cancer-killing dynamo.

But that's where the Graviola story nearly ended.

The company had one huge problem with the Graviola tree--it's completely natural, and so, under federal law, not patentable. There's no way to make serious profits from it.

It turns out the drug company invested nearly seven years trying to synthesize two of the Graviola tree's most powerful anti-cancer ingredients.

If they could isolate and produce man-made clones of what makes the Graviola so potent, they'd be able to patent it and make their money back.

Alas, they hit a brick wall. The original simply could not be replicated.

There was no way the company could protect its profits--or even make back the millions it poured into research.

As the dream of huge profits evaporated, their testing on Graviola came to a screeching halt.

Even worse, the company shelved the entire project and chose not to publish the findings of its research!


Luckily, however, there was one scientist from the Graviola research team whose conscience wouldn't let him see such atrocity committed.

Risking his career, he contacted a company that's dedicated to harvesting medical plants from the Amazon Rainforest and blew the whistle.

Miracle unleashed

When researchers at the Health Sciences Institute were alerted to the news of Graviola, they began tracking the research done on the cancer-killing tree.

Evidence of the astounding effectiveness of Graviola--and its shocking cover-up--came in fast and furious....

...The National Cancer Institute performed the first scientific research in 1976.

The results showed that Graviola's "leaves and stems were found effective in attacking and destroying malignant cells." Inexplicably, the results were published in an internal report and never released to the public...

Since 1976, Graviola has proven to be an immensely potent cancer killer in 20 independent laboratory tests,

yet no double-blind clinical trials--the typical benchmark mainstream doctors and journals use to judge a

treatment's value- -were ever initiated..

A study published in the Journal of Natural Products,

following a recent study conducted at Catholic University of South Korea stated that one chemical in Graviola was found to selectively kill colon cancer cells at "10,000 times the potency of (the commonly used chemotherapy drug) Adriamycin..."

The most significant part of the Catholic University of South Korea report is that Graviola was shown to selectively target the cancer cells, leaving healthy cells untouched.

Unlike chemotherapy, which indiscriminately targets all actively reproducing cells (such as stomach and hair cells), causing the often devastating side effects of nausea and hair loss in cancer patients.

A study at Purdue University recently found that leaves from the Graviola tree killed cancer cells among six human cell lines and were especially effective against prostate, pancreatic and lung cancers...

Seven years of silence broken--it's finally here!

A limited supply of Graviola extract, grown and harvested by indigenous people in Brazil , is finally available in America .

The full Graviola Story--including where you can get it and how to use it--is included in Beyond Chemotherapy:

New Cancer Killers, Safe as Mother's Milk, a Health Sciences Institute FREE special bonus report on natural substances that will effectively revolutionize the fight against cancer.

From breakthrough cancer and heart research and revolutionary Amazon Rainforest herbology to world-leading anti-aging research and nutritional medicine, every monthly Health Sciences Institute Member's Alert puts in your hands today cures the rest of America --including your own doctor(!)--is likely to find out only ten years from now.

"You Are Not Responsible for what People Think About U

But wait ..

You are Responsible for what You Give Them to think About U"

Source : Unknown.

Senin, 01 Maret 2010

01.03.13 : Banyak, Tetapi ..

Banyak yang ingin sekuat baja, tetapi enggan untuk ditempa

Banyak yang ingin seharum dupa, tetapi enggan untuk dibakar

Banyak yang ingin secemerlang emas, tetapi enggan untuk dilebur

Banyak yang ingin meraih kemenangan, tetapi enggan untuk menerima tantangan

Banyak yang ingin berguna bagi dunia, tetapi enggan untuk berbagi

Banyak yang ingin mengasihi, tetapi enggan untuk memaafkan

Banyak yang ingin menjadi baik, tetapi enggan untuk berbuat benar

Banyak yang ingin bertahan dalam pernikahan, tetapi enggan memupuk cinta
Banyak yang ingin menjadi pahlawan, tetapi enggan untuk berkorban

Banyak yang ingin ke surga, tetapi enggan berbuah kebajikan

Banyak yang ingin berbeda dari kebanyakan, tetapi enggan dibedakan.

Semoga bukan kebanyakan dari kita. Amin.

Sumber : Unknown (kiriman milis tetangga bertitel : "Weekly Motiflection").