Semalam, sehabis
pulang makan malem padahal udah ngerasa puas foto-foto didepan gedung djadoel “De Javasche Bank” … ehh ternyata ini
hari sepulang pesan tiket dari Stasiun
Pasar Turi (SBI), koq terseret arus masuk lagi.
Entah pesona ato ada
angin apa yang bikin hati kepincut sama gedung-gedung lawas milik penjajah yang
kabarnya telah menjajah negeri ini selama hampir 3,5 abad alias 350 tahun.
Lumayan khan.
Karena waktu yang
mepet dan gak sengaja mampir, otomatis gak siap dengan perlengkapan fotografi
sekalipun. Cuma bermodalkan “penasaran” aja, lantas datang. Salahkah ? Gak
khan.
Dokumentasi bukti
udah mampir, terlampir. Cuma untuk artikelnya, meminjam tulisan Amidah Budi berikut ini (mohon ijin
untuk share ya). Foto lawas dari blog AbuAlbanie dan Wikipedia.
---
quote ---
(artikel)
Gedung De Javasche Bank Surabaya - Saksi Sejarah Panjang Perbankan Indonesia
15
Feb 2015 View : 601 By : Amidah Budi
Gedung
De Javasche Bank ini sudah lama menjadi incaran saya. Alasannya adalah karena
arsitektur kuno ala Belanda yang berdiri kokoh dan juga sejarahnya yang
panjang. Beruntung sekali beberapa waktu yang lalu seorang teman mengajak untuk
mengunjungi pemeran lukisan di House of Sampoerna. Kesempatan itu saya gunakan
untuk mengajaknya mampir ke museum ini.
Lokasi Gedung De
Javasche Bank
De
Javasche Bank beralamat di Jalan Garuda No. 1 Surabaya. Lokasinya berdekatan
dengan Jembatan Merah dan Museum House of Sampoerna. Untuk mencapai museum ini,
Artebianz bisa melalui Jalan Raya Rajawali yang diberlakukan jalur satu arah
dari arah barat ke arah timur menuju Jalan Kembang Jepun. Saat menyusuri Jalan
Raya Rajawali sebaiknya Artebianz merapat ke sebelah kiri sambil terus
mengamati gang-gang di sebelah kiri.
Ketika Artebianz menemukan gang
bertuliskan Jalan Kasuari silakan belok kiri. Lokasi Gedung De Javasche Bank
berada di sebelah kanan Jalan Kasuari yang cukup sempit dan agak becek. Berikut
saya sertakan potret lokasi gedung De Javasche Bank diambil dari satelit google
earth.
potret
lokasi gedung de javasche bank dari google earth (potret lokasi gedung de
javasche bank dari google earth)
Sejarah Panjang
Perbankan Indonesia
De
Javasche Bank didirikan di Batavia pada tanggal 24 Januari 1828 oleh Pemerintah
Hindia Belanda. Sedangkan kantor cabang Surabaya dibuka pada tanggal 14
September 1829 dengan menempati gedung De Javasche Bank ini.
Pada
tahun 1904, gedung itu kemudian dirobohkan dan dibangun ulang dengan luas
sekitar 1.000 meter persegi dan bergaya neo renaissance empire dengan atap
Mansart dan pilar ornamen Hindu-Jawa yang menghiasi eksterior gedung sampai
saat ini.
De
Javasche Bank cabang Surabaya ini pernah dikuasai oleh Pemerintah Kolonial
Jepang pada tahun 1942 kemudian kembali beroperasi pada 6 April 1946, setelah
tentara Sekutu berkuasa kembali.
Pada
1 Juli 1953, De Javasche Bank berubah menjadi Bank Indonesia dan secara otomatis
gedung De Javasche Bank di Jalan Garuda ini beralih fungsi menjadi kantor Bank
Indonesia. Tetapi pada tahun 1973, kantor tersebut tidak digunakan lagi karena
kapasitas gedung tidak cukup memadai untuk melakukan kegiatan operasional Bank
Indonesia. Sehingga sebuah kantor baru didirikan di Jalan Pahlawan No. 105 dan
hingga saat ini masih digunakan sebagai Kantor Bank Indonesia Surabaya.
Singkat
cerita gedung ini telah berusia sekitar 186 tahun dan masih berdiri kokoh.
Gedung ini juga menjadi saksi bisu lahirnya perbankan di Indonesia serta
perkembangan perbankan sampai saat ini.
Gedung
De Javasche Bank selesai dikonservasi pada awal tahun 2012 lalu dan menjadi
salah satu bangunan cagar budaya milik Bank Indonesia (BI). Saat ini gedung De
Javasche Bank berfungsi sebagai museum dan ruang pameran. Masyarakat juga dapat
meminjam gedung tersebut untuk berbagai kegiatan seni, budaya, dan pendidikan.
Saya
pribadi merasa senang atas keputusan menjadikan gedung De Javasche Bank sebagai
museum dan tempat kegiatan seni dan budaya. Dengan fungsinya sekarang, gedung
ini bisa terus menjadi ikon sejarah perkembangan perbankan Indonesia. Para
pengunjung yang awalnya tidak mengetahui sejarah perbankan di Indonesia jadi
tahu saat berkunjung ke museum ini, contohnya saya.
Selain
Gedung De Javasche Bank, Surabaya juga memiliki beberapa bangunan cagar budaya
lainnya yaitu Gedung Grahadi, Balai Pemuda, Balai Kota, PTPN, RS. Darmo, Cak
Durasim, Mpu Tantular (sekarang Perpustakaan Bank Indonesia), Kantor Wismilak,
House of Sampoerna, rumah TJokroaminoto jalan Paneleh, dan rumah WR Supratman
Jalan Mangga.
Sebagai
gedung cagar budaya, gedung De Javasche Bank pernah menjadi nominasi Surabaya
Tourism Award 2013 dari Pemerintah Kota Surabaya. Kegiatan ini bertujuan untuk
meningkatkan minat masyarakat terhadap pariwisata Surabaya.
Museum De Javasche
Bank
Gedung
De Javasche Bank memiliki tiga lantai. Lantai yang paling bawah adalah lantai
bawah tanah (basement) difungsikan sebagai museum. Museum ini buka setiap hari
kecuali hari Senin, mulai pukul 08.00 hingga 16.00 WIB. Pengunjung museum tidak
dipungut biaya kunjungan alias gratis!
Saat
itu Tim Artebia tiba sekitar pukul 11 siang. Museum tampak sepi, tidak ada
seorang pengunjung pun selain kami. Seorang mbak-mbak resepsionis cantik
menyambut kami kemudian meminta kami mengisi buku tamu. Dari daftar buku tamu
tersebut saya mengetahui ternyata hari itu sudah ada pengunjung selain kami. Tampaknya
mereka adalah serombongan warga negara Korea yang terdiri dari 6 sampai 7 orang
yang berasal dari kota Busan. Namun sepertinya rombongan tersebut sudah
meninggalkan museum ini.
Wah,
ternyata museum ini sudah cukup dikenal oleh warga negara asing. Lalu bagaimana
dengan masyarakat lokal sendiri?
suasana
ruang bawah tanah gedung de javasche bank yang berfungsi sebagai museum(suasana
ruang bawah tanah gedung De Javasche Bank yang berfungsi sebagai museum)
Museum
ini ternyata tidak seluas yang saya kira, terdiri dari 3 ruangan yang berpintu
dan dua ruangan terbuka ditambah satu meja resepsionis. Pembagian ruangan
berdasarkan koleksi beda di dalam ruangan tersebut. Tiga ruangan berpintu
terdiri dari Ruang Koleksi Mata Uang, Ruang Koleksi Hasil Konservasi dan Ruang
Koleksi Pusaka Budaya. Saya mencoba menggambarkan ruangan-ruangan tersebut ke
dalam denah berikut:
denah
museum De Javasche Bank(denah museum De Javasche Bank)
Ruang Koleksi Uang
Pertama
kami memasuki Ruang Koleksi Uang. Ruangan ini memiliki pintu baja yang sangat
tebal kira-kira 40 cm dan bercat kuning. Saya memperkirakan dulunya ruangan ini
berfungsi sebagai brangkas uang. Sesungguhnya dari awal saya kurang nyaman
berada di museum ini. Ruangan yang lembap ditambah pencahayaan yang kurang agak
membuat saya merinding dan pengen cepat-cepat keluar ruangan namun saya masih
penasaran ingin melihat seluruh isi museum ini.
Di
sekeliling ruangan terdapat etalase-etalase mini seperti di konter-konter ponsel.
Di dalam etalase terdapat koleksi uang-uang kuno. Dalam sejarah perekonomian
Indonesia dikenal dengan ORI (Oeang Republik Indonesia). Di antara koleksi juga
terdapat uang logam zaman dulu yang masih bolong tengahnya. Beberapa uang kuno
tersebut memiliki desain cantik, tapi beberapa lainnya memiliki desain yang
mirip uang mainan monopoli.
Ruang Koleksi Hasil
Konservasi
Ruangan
kedua yang kami masuki adalah Ruang Koleksi Hasil Konservasi. Di ruangan ini
dipamerkan beberapa bahan konstruksi gedung De Javasche Bank lama sebelum
dikonservasi tahun 2012 lalu. Terdapat beberapa genteng dan tegel lantai.
Selain koleksi bahan kontruksi lama juga dipamerkan replikasi emas batangan.
Ruangan
ketiga adalah ruangan yang paling seram yaitu Ruang Koleksi Pusaka Budaya. Saya
tidak akan berani masuk jika seorang diri, untungnya saya ke sini bersama
teman. Di ruangan ini dipamerkan mesin-mesin pencetak dan penghancur uang pada
zaman dulu.
Setelah
keluar masuk tiga ruangan utama, kami berjalan santai di ruangan terbuka dekat
resepsionis. Ada hal yang menarik perhatian saya di sini yaitu foto-foto
Surabaya masa lalu. Ada foto alun-alun Surabaya, foto Jalan Pahlawan, serta
foto-foto rumah dinas pegawai de Javasche Bank di sekitar Jalan Raya Darmo.
Jadi inilah alasan mengapa banyak sekali rumah-rumah berarsitektur kuno di
sekitar Jalan Darmo. Saat ini rumah-rumah tersebut banyak digunakan sebagai
gerai-gerai komersial. Sekali lagi saya belajar tentang sejarah kota Surabaya.
Kami
keluar museum setelah puas berkeliling sekitar satu jam. Sebenarnya saya masih
ingin melihat ruang di atas museum yang berfungsi sebagai ruang pameran. Saya
penasaran dengan arsitektur di dalamnya. Namun saat itu saya tidak menemukan
seorang pun untuk meminta izin memasuki ruang atas. Kami juga tidak tahu jalan
menuju ruang atas. Ya sudah, akhirnya kami pulang deh.
Akhir
Kata Tentang Museum De Javasche Bank
Menurut
saya pribadi Museum De Javsche Bank masih punya banyak peluang untuk lebih
dikembangkan lagi, salah satunya adalah dengan menambah koleksi benda-benda
kuno perbankan, menciptakan suasana nyaman dalam ruangan, memperindah ruangan
dengan lukisan atau pernik interior lain agar ruangan tidak terkesan kaku dan
suram. Namun di luar semua hal yang saya keluhkan, saya merekomendasikan Gedung
dan Museum De Javasche Bank untuk dikunjungi. Alasan mendasarnya adalah agar
kita penerus bangsa lebih mengenal sejarah dan lebih bersemangat untuk
membangun bangsa Indonesia tercinta.
Setelah
mengunjungi museumnya, saya masih antusias untuk mengunjungi gedung ini lagi
saat ada pameran seni atau budaya. Kabarnya gedung ini sering digunakan untuk
pameran lukisan.
Sumber
: Artebia.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar