Konon, julukan tersebut ditujukan untuk kota Ambarawa,
dimana orang-orang lama / tua cenderung memplesetkan ato memang lebih mudah
mengucapkan sebutan “mbah rowo”. Lagi pula kota yang terletak sekitar 35 km dari Semarang
tersebut kabarnya memiliki rawa yang luas.
Gak heran dunk kalo disebut Ambawara, bila dipilah-pilih
dalam bahasa Jawa “ombo” artinya lebar, “rowo” maksudnya tanah berlumpur dan
sejenisnya. Kota Ambarawa terbentuk dari genangan tanah berlumpur ato lembab
gitu deh.
Barangkali warga Ambarawa sendiri tak banyak yang tahu
bahwa Kiai Lembah yang bernama asli Yasir Rahmatullah, putra Kiai Muhammad
Basyar dari Wanasalam, kawasan pantai utara, adalah cikal bakal atau pendiri
Kota Ambarawa. Makamnya terletak di desa Kepatihan, Kelurahan Kranggan,
Kecamatan Ambarawa.
Ooops, bila sekarang menjadi kota, ternyata dulunya
Ambarawa merupakan sebuah kecamatan, sebuah kota pasar yang terletak di antara
Semarang dan Salatiga. Kecamatan ini terletak di Kabupaten Semarang, Jawa
Tengah.
Pada era kerajaan kerajaan Mataram (Amangkurat II)
kawasan ini bernama Limbarawa. Dulu Ambarawa pernah menjadi ibu kota Kabupaten
Semarang. Sekarang ibu kotanya adalah Ungaran. Ambarawa juga disebut sebagai
kota Palagan Ambarawa.
Ada kajian lain untuk memperkaya khasanah tentang sejarah
kota Ambarawa ? Silahkan berbagi. Pasti banyak kisah yang belum terungkap. Kaum
mudah harus rajin bertanya dan menulis apa yang didapat dari para sesepuh.
Sesepuh kita, harus diakui, kadang kurang senang menulis
sehingga banyak jejak budaya keluhuran Tanah Air menguap ato sirna bersamaan
dengan si empunya lakon karena minimnya kemampuan untuk mendokumentasikan
sejarah kaumnya.
Nah ceritanya, hari Sabtu 13/12 kemaren, bersama Bram
Meratus dan Lintang (puteranya), kami mengadakan perjalanan silaturahim ke pak
Tri Prastiyo, yang tak lain Kepala Stasiun Ambarawa dan kepala pengelola Museum
Kereta Api Ambarawa.
Ini adalah pertemuan ke-2 dan seperti pernah disampaikan
sebelumnya, ada cerita suka duka bila bercerita tentang kota Ambarawa dan
misteri diseputar Museum KA. Untuk itulah, kita berbagi cerita. Boleh peraya,
boleh tidak, terserah saja.
Yang menarik perhatian adalah simbol yang tercetak di
lantai sebuah ruangan, yang sebelumnya digunakan sebagai cafe ato ruang tunggu
para pejabat Hindia Belanda (terlihat dari tata ruang dan perabotannya).
Inilah gambar yang menyimpan sejuta misteri dan kita
belum bisa bercerita banyak kecuali menggali dan menggali sejarah budaya Tanah
Air. Kenapa begitu ? Setidaknya dengan mengenali simbol Airlangga, Padjadjaran
dan simbol-simbol lain, kita diharapkan mencari tahu kisahnya.
Seberapa mampu, ya tergantung usaha kita. Paling tidak,
berlibur sambil mencari ilmu. Syukur-syukur bisa merekam jejak sejarah tadi
(walau tidak banyak berkontribusi, minimal ada usaha he he he).
Terima kasih kepada keluarga Eddy Raharto dan ibu yang
senantiasa membantu perjalanan selam di Semarang, Aris yang kebetulan hari
liburnya dipinjam untuk survei dan pak Tri, Bram, Lintang untuk acara
senang-senangnya berkeliling dan narsis di Museum KA Ambarawa.
Ciao and Enjoy. KEEP THE FAITH !
Ambarawa - Semarang, 13.12.14 - referensi : berbagai macam tulisan dan blog, mohon ijin share..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar