MoJoKeRTo: Program penjelajahan kali ini tidak sekedar di
sekitar rel dan stasiun kereta api (KA) he he he. Kali ini menyusur wilayah
kerajaan ato peninggalan kerajaan Majapahit
di sekitar area Trowulan, Mojokerto dan
sekitarnya.
Berangkat dari Surabaya jam 07.30 dan tiba sekitar 1,5 jam di lokasi. Tujuan pertama yang
dipandu oleh Harry rekan sekerja, Petilasan
Eyang Patih Gajah Mada, yang lokasinya agak naik bukit tetapi memang pas
searah, dari lokasi penyusuran selanjutnya.
Untuk melengkapi catatan perjalanan napak tilas ini,
kebetulan kami menemukan artikel ini. Semoga bermanfaat.
--- quote ---
(artikel)
Mengungkap Asal Usul Patih Gajah Mada Yang Misterius
Candi Mendut 2. ©2012 Merdeka.com/parwito
Merdeka.com - Keberadaan dan asal-usul pahlawan yang
kondang dengan Sumpah Palapa ini masih menjadi misteri bagi semua orang. Bahkan
para ahli sejarah pun belum menemukan kata sepakat dimana dia dilahirkan.
Dimana dia dibesarkan sampai bagaimana sosok Patih Gajah Mada menghabiskan masa
tuanya sampai saat ini menjadi tanda tanya besar. Serta menjadi teka-teki
sejarah yang belum terpecahkan.
Ada bahasan menarik yang disampaikan oleh sastrawan Anuf
Chafiddi atau sering dipanggil Viddy AD Daery dalam makalahnya dalam Seminar
Sesi II tentang Kontroversi Gajah Mada dalam Perspektif Fiksi dan Sejarah di
Borobudur Writers & Cultural Festival 2012 di Manohara Hotel, Kompleks
Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang, Jateng Senin (29/10).
Secara tegas dirinya memberikan judul dalam makalahnya;
"Foklor Mengenai Gajah Mada Lahir di Modo, Lamongan" yang artinya
menyatakan dirinya yakin bahwa Gajah Mada dilahirkan, besar dan mati di
Lamongan, Jatim.
"Gajah Mada pahlawan maha besar nusantara itu lahir
di wilayah Lamongan, Jawa Timur? Untuk menjawab pertanyaan itu akan menimbulkan
berbagai macam jawaban kalau ditanyakan ke banyak orang. Namun kalau ditanyakan
kepada saya. Jawaban saya adalah betul," ungkap Viddy.
Ada lima alasan yang menjadikan Viddy yakin bahwa Gajah
Mada berasal dari Lamongan, Jatim. Alasan itu di antaranya, di daerah Desa Modo
dan sekitarnya termasuk Desa Pamotan, Desa Ngimbang, Desa Bluluk, Desa Sukorame
dan sekitarnya tersebar foklor atau cerita rakyat. Dongeng dari mulut ke mulut
mengisahkan bahwa Gajah Mada adalah kelahiran wilayah Desa Modo.
Kelima desa itu merupakan daerah ibu kota sejak didirikan
jaman Kerajaan Kahuripan Erlangga. Bahkan anak cucu raja juga mendirikan ibu
kota di situ. Alasanya strategis alamnya bergunung-gunung, bagus untuk
pertahanan dan dekat dengan Kali Lamong cabang Kali Brantas. Selain itu ada
jalan raya Kahuripan-Tuban yang dibatasi Sungai Bengawan Solo di Pelabuhan
Bubat (kini bernama Kota Babat). Ibu kota ini baru digeser oleh cicit Airlangga
ke arah Kertosono-Nganjuk.
Kemudian baru di zaman Jayabaya digeser lagi ke Mamenang,
Kediri. Selanjutnya oleh Ken Arok, digeser masuk lagi ke Singosari. Baru
kemudian oleh R Wijaya dikembalikan ke arah muara yaitu ke Tarik. Namun,
anaknya yang akan dijadikan penggantinya yakni Tribuana Tunggadewi diratukan di
daerah Lamongan-Pamotan-Bluluk lagi yaitu di Kahuripan alias Rani Kahuripan,
Lamongan.
"Ketika Gajah Mada menyelamatkan Raja Jayanegara
dari amukan pemberontak Ra Kuti, dibawanya Jayanegara ke arah Lamongan yaitu di
Badender (bisa Badender Bojonegoro, bisa Badender kabuh, Jombang, keduanya
memiliki rute ke arah Lamongan (Pamotan-Modo-Bluluk dan sekitarnya). Itu sesuai
teori masa anak-anak dimana kalau anak kecil atau remaja berkelahi di luar desa
pasti jika kalah lari menyelamatkan diri masuk ke desa minta dukungan. Di
desanya banyak teman, kerabat maupun guru silatnya. Saya kira Gajah Mada juga
menerapkan taktik itu,"ungkapnya.
Sebuah situs kuburan Ibunda Gajah Mada, yaitu Nyai
Andongsari juga menjadikan Viddy yakin bahwa patih kerajaan jaman Majapahit itu
berasal dari Lamongan. Kemudian juga ada situs kuburan yang sampai saat ini
menjadi perdebatan dan kontroversial yang diyakini warga sekitar merupakan
kuburan patih Gajah Mada. Namun, kuburan itu dalam posisi dan berkarakter
kuburan islam.
"Kuburannya menghadap ke arah persis sebagaimana
kuburan orang Islam. Kalau misalnya hal ini benar maka wajar saja masa tua
Gajah Mada tidak ditulis di babad-babad atau kitab kuno. Sengaja disisihkan
atau dihapus dari sejarah karena Gajah Mada mungkin dianggap 'murtad' atau
semacam itu," jelasnya.
Arkeolog sekaligus sejarawan Fakultas Sejarah Universitas
Indonesia (UI) Agus Aris Munandar menyatakan secara arkeologis belum ditemukan
data tentang asal muasal dan keberadaan pasti Gajah Mada. Bahkan beberapa
temuan prasasti-prasasti yang menyinggung tentang cerita Gajah Mada belum dan
tidak bisa digunakan untuk penelitian dan memastikan benang merah sejarah cikal
bakal Gajah Mada itu sendiri.
"Beberapa data soal keberadaan Gajah Mada yang belum
digunakan. Data Gajah Mada secara arkeologis tidak ada. Yang ada nanti jika
digunakan menjadi tafsir di atas tafsir. Prasasti yang terabaikan itu
diantaranya: Prasasti Gajah Mada di situs Candi Singosari (Tahun 1351 M),
Prasasti Relief Mahameru (Pawitra) yang menjelaskan Mahameru sebagai titik asis
mundi.
Kemudian penemuan Candi Tikus di situs Trowulan yang
gayanya mirip Candi Singosari. Mungkinkah Candi Tikus diperintah Gajah Mada
untuk dibangun.
"Candi Kepung 7 meter di muka tanah sangat dekat
dengan Candi Tikus di Kepung Kediri. Ada lagi Prasasti Hemadwalandit, Prasasti
Bendodari (Tahun 1360 M),"tuturnya.
Agus Aris menyatakan karena tidak ada bukti arkeologis
yang ditemukan terkait keberadaan dan cikal bakal Gajah Mada dan saking
menariknya tokoh yang satu ini, banyak sekali daerah yang sampai mengklaim
secara lisan bahwa di daerah mereka merupakan asal muasal maupun tempat
meninggalnya Gajah Mada.
"Ada yang mengakui bahwa Gajah Mada dari Buton,
Gajah Mada dari Wange-wange Bali. Ada yang bahkan mengatakan bahwa Gajah Mada
adalah keturunan pasukan Tor-Tor,"ungkap Agus Aris Munandar.
Sampai saat ini, penelitian Arkeologi belum berhasil
menemukan jati diri, sosok Gajah Mada yang seutuhnya. Sebab dari arkeologi
sejarah, mempunyai peringkat validitas data.
"Data primer, data sekunder dan data tertier.
Berita- berita dari mulut ke mulut (folklor) itu, menurut Aris itu merupakan
data tersier dan bersifat negatif. Data primer prasasti itu mutlak dan dibuat
pada jamanya. Prasasti dengan angka tahun dihargai dengan angka tahun. Data
pendukung: zaman, bergeser. Negarakertagama lebih valid dari Pararathon. Ada
peringkat yang tidak bisa kami tabrak begitu saja. Silahkan multi tafsir nanti
akan diperbaiki," kata Agus.
--- unquote ---
Trowulan, 01.02.15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar