Kamis, 18 Februari 2010

18.02.10 : Banjir

Setiap tahun warga di republik ini mulai terbiasa dengan tradisi bakal terjadinya banjir musiman. Kenapa sih koq bisa begitu ? Biasalah, kelakuan manusia sendiri yang bikin selokan jadi tempat pembuangan sampah, mulai dari perkampungan hingga perkotaan.

Akibatnya, bisa ditebak deh, got tersumbat, air meluap dan mulai menggenangi rumah warga yang sebelumnya bilang ngga pernah mengalami kebanjiran. Di beberapa daerah  memang ada warisan turun temurun, banjir disebabkan gundulnya area hutan.

Sebut saja Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, kini mulai merangga di saat musim panas dan didera longsor atau banjir bandang dikala musim penghujan tiba. Cukup "cuci tangan" begitu saja wahai para pengusaha - yang dulunya memanfaatkan kekayaan suatu wilayah ?

Tanggung jawab moral, bila sudah ditumpuk dilemari es, jadi beku dan ngga berfungsi. Etis ngga etis bukan harga yang nyaman lagi untuk dipertaruhkan di negeri ini. Urat malu kalau sudah putus, apa mau dikata. Demo sampai mogok makan hanya dianggap kegiatan ekstra-kurikuler oleh penguasa.

Lantas, bagaimana sebaiknya supaya banjir ngga menjadi momok baru bagi kehidupan warga di tanah tercinta ? Masyarakat harus sadar akan pentingnya kebersihan dan pemerintah daerah/aparat atau pihak terkait di lingkungan terkecil, semisal RT/RW berperan aktif dengan penyuluhan.

bagaimana membuang sampah yang baik, memisahakan sampah organik dan non-organik, yang bisa didaur ulang dan yang ngga bisa diproses lagi dan seterusnya. Banjir bukan dilihat dari satu sisi tetapi harus dari berbagai dimensi sosial, politik serta moral.

Mampukah kita mengatasi isu krusial seperti sampah dan banjir ini ?  Kalau belum mampu, mungkin kita termasuk sampah masyarakat yang ngga mau memikirkan harkat dan martabat bangsa. bangga dengan banjir dan menjual tradisi banjir ? Menulis pun seakan jadi sampah didunia maya hik 3x ...

Wassalam. Jadi tambah prihatin.

Oleh : RAM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar