*Sejarah memberikan kesaksiannya, bahwasanya, semua
etnik, berkontribusi terhadap lahirnya
negara ini. Diakui atau tidak, itu persoalan lain.*
_________________
Wage Rudolf
Soepratman menghubungi para pemilik perusahaan rekaman di Batavia, yaitu Odeon, ThioTek Hong, dan Yo
Kim Tjan, untuk merekam lagu Indonesia
Raya. Hanya Yo Kim Tjan yang bersedia merekam lagu Indonesia Raya karena
yang lainnya takut ditangkap Belanda.
Pada waktu itu Belanda sudah mengendus gerakan bawah tanah yang dilakukan
pemuda-pemudi Indonesia. WR Soepratman adalah pekerja paruh waktu sebagai
pemain biola di orkes populer yang dipimpin Yo Kim Tjan.
Selain itu WR Soepratman juga bekerja sebagai wartawan
lepas surat kabar Sinpo, koran yang
diterbitkan masyarakat Tionghoa.
Sinpo adalah surat kabar pertama yang mempublikasikan teks lagu Indonesia Raya
sesudah dikumandangkan WR Soepratman pada Hari
Soempah Pemoeda pada 28 Oktober
1928.
Yo Kim Tjan mengusulkan agar rekaman lagu Indonesia
Raya dibuat dalam dua versi, yaitu versi asli yang dinyanyikan langsung oleh WR
Soepratman sambil bermain biola. Versi kedua adalah yang berirama keroncong
yang nyaris tidak banyak diketahui masyarakat. Versi keroncong dimaksudkan agar
semua orang Indonesia sudah tahu irama lagu kebangsaan bila kelak
dikumandangkan.
Kedua lagu itu direkam di rumah Yo KimTjan di daerah
Jalan Gunung Sahari, Batavia, dibantu seorang teknisi berkebangsaan Jerman.
Master rekaman piringan hitam berkecepatan 78
RPM yang versi asli suara WR Soepratman disimpan dengan hati-hati oleh Yo
Kim Tjan. Hanya versi keroncong yang kemudian dikirim ke Inggris untuk diperbanyak.
Setelah lagu Indonesia Raya dikumandangkan oleh WR
Soepratman pada 28 Oktober 1928, Belanda menjadi panik dan menyita semua
piringan hitam versi keroncong baik yang sudah sempat beredar maupun yang masih
dalam perjalanan dari London ke Batavia. Belanda tidak mengira bila lagu yang
dinyanyikan oleh WR Soepratman sebetulnya sudah direkam setahun sebelumnya
tanpa ada yang tahu.
Master lagu ini luput dari pengetahuan pihak penjajah
Belanda dan Jepang. Puteri sulung Yo Kim Tjan, Kartika, menyimpan masternya dengan sangat hati-hati. Sesuai amanah
WR Soepratman yang meminta Yo Kim Tjan untuk menyelamatkan master lagunya agar
bisa didengungkan pada waktu Indonesia Merdeka. Pada 1942 keluarga Yo Kim Tjan
membawa dan menyelamatkan master lagu itu dalam pengungsiannya ke Karawang,
Garut, dan lain-lain.
Pada 1953 Yo Kim Tjan ingin memperbanyak lagu asli
Indonesia Raya. Ia menghadap ke Pemerintah yang ketika itu diwakili Maladi sebagai ketua RRI yang berkuasa
atas pengeluaran izin rekaman. Namun permohonan Yo Kim Tjan ditolak. Kemudian
pada 1957 master itu diminta dengan alasan ingin dikeluarkan hak ciptanya,
ternyata lagu itu dinyatakan disita negara. Tragisnya master asli yang luput
dari penyitaan penjajah Belanda dan Jepang ternyata hilang tak berbekas di
tangan anak bangsa sendiri.
Syukurlah sekeping piringan hitam lagu Indonesia Raya
versi keroncong ini bisa diselamatkan keluarga Yo Kim Tjan. Rekaman versi
keroncong bisa didengarkan di Museum
Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta.
Sumber: Artikel karya Udaya Halim, pemilik Museum
Benteng Heritage, berdasarkan wawancaranya dengan Kartika.