Sabtu, 28 Oktober 2017

28.10.17 : Sekitar Sumpah Pemuda


*Sejarah memberikan kesaksiannya, bahwasanya, semua etnik, berkontribusi terhadap lahirnya  negara ini. Diakui atau tidak, itu persoalan lain.*
_________________

Wage Rudolf Soepratman menghubungi para pemilik perusahaan rekaman di Batavia, yaitu Odeon, ThioTek Hong, dan Yo Kim Tjan, untuk merekam lagu Indonesia Raya. Hanya Yo Kim Tjan yang bersedia merekam lagu Indonesia Raya karena yang lainnya takut ditangkap Belanda. Pada waktu itu Belanda sudah mengendus gerakan bawah tanah yang dilakukan pemuda-pemudi Indonesia. WR Soepratman adalah pekerja paruh waktu sebagai pemain biola di orkes populer yang dipimpin Yo Kim Tjan.

Selain itu WR Soepratman juga bekerja sebagai wartawan lepas surat kabar Sinpo, koran yang diterbitkan masyarakat Tionghoa. Sinpo adalah surat kabar pertama yang mempublikasikan teks lagu Indonesia Raya sesudah dikumandangkan WR Soepratman pada Hari Soempah Pemoeda pada 28 Oktober 1928.

Yo Kim Tjan mengusulkan agar rekaman lagu Indonesia Raya dibuat dalam dua versi, yaitu versi asli yang dinyanyikan langsung oleh WR Soepratman sambil bermain biola. Versi kedua adalah yang berirama keroncong yang nyaris tidak banyak diketahui masyarakat. Versi keroncong dimaksudkan agar semua orang Indonesia sudah tahu irama lagu kebangsaan bila kelak dikumandangkan.

Kedua lagu itu direkam di rumah Yo KimTjan di daerah Jalan Gunung Sahari, Batavia, dibantu seorang teknisi berkebangsaan Jerman. Master rekaman piringan hitam berkecepatan 78 RPM yang versi asli suara WR Soepratman disimpan dengan hati-hati oleh Yo Kim Tjan. Hanya versi keroncong yang kemudian dikirim ke Inggris untuk diperbanyak.

Setelah lagu Indonesia Raya dikumandangkan oleh WR Soepratman pada 28 Oktober 1928, Belanda menjadi panik dan menyita semua piringan hitam versi keroncong baik yang sudah sempat beredar maupun yang masih dalam perjalanan dari London ke Batavia. Belanda tidak mengira bila lagu yang dinyanyikan oleh WR Soepratman sebetulnya sudah direkam setahun sebelumnya tanpa ada yang tahu.

Master lagu ini luput dari pengetahuan pihak penjajah Belanda dan Jepang. Puteri sulung Yo Kim Tjan, Kartika, menyimpan masternya dengan sangat hati-hati. Sesuai amanah WR Soepratman yang meminta Yo Kim Tjan untuk menyelamatkan master lagunya agar bisa didengungkan pada waktu Indonesia Merdeka. Pada 1942 keluarga Yo Kim Tjan membawa dan menyelamatkan master lagu itu dalam pengungsiannya ke Karawang, Garut, dan lain-lain.

Pada 1953 Yo Kim Tjan ingin memperbanyak lagu asli Indonesia Raya. Ia menghadap ke Pemerintah yang ketika itu diwakili Maladi sebagai ketua RRI yang berkuasa atas pengeluaran izin rekaman. Namun permohonan Yo Kim Tjan ditolak. Kemudian pada 1957 master itu diminta dengan alasan ingin dikeluarkan hak ciptanya, ternyata lagu itu dinyatakan disita negara. Tragisnya master asli yang luput dari penyitaan penjajah Belanda dan Jepang ternyata hilang tak berbekas di tangan anak bangsa sendiri.

Syukurlah sekeping piringan hitam lagu Indonesia Raya versi keroncong ini bisa diselamatkan keluarga Yo Kim Tjan. Rekaman versi keroncong bisa didengarkan di Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta.

Sumber: Artikel karya Udaya Halim, pemilik Museum Benteng Heritage, berdasarkan wawancaranya dengan Kartika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar