Abang kita yang satu ini jelas sekali pintar. Tahun 1940-an,
saat orang-orang masih jarang sekolah (namanya juga jaman perang siapa sih
sempat sekolah), dia justru punya catatan akademik yang brilian.
Dia belajar analis kimia di Analysten Cursus Bogor, Indonesiche
Chemische Vereniging (sekarang SMAKBO), juga mengikuti latihan penerbang
cadangan di Luchtvaart Afdeeling
milik Belanda. Keren kan?
Masih muda, sudah jago kimia, tambahkan penerbang
pula?
Abang kita ini sudah macam agen rahasia Jason Bourne
atau James Bond saja. Tapi jelas, abang kita ini bukan tokoh fiksi. Dia
salah satu anak muda yang walaupun kalian tidak ingat lagi, pernah perang hidup
mati melawan penjajah.
Namanya memang kalah sohor dengan pahlawan lain yang
disebut di buku sejarah. Tetapi sumbangsihnya bagi kemerdekaan Indonesia tidak
kalah besar.
Baik, sebelum cerita lebih lanjut, ijinkan saya loncat
sebentar membahas tentang Depok.
Tahu Depok di selatannya Jakarta? Yang ada kampus UI noh?
Dulu, Depok itu adalah kawasan otonom merdeka.
Di jaman penjajahan Belanda, Depok itu negara dalam negara.
Ada tuan tanah Belanda di sana namanya Cornelis Chastelein (1657-1714).
Seluruh Depok punya dia. Tanah-tanah itu diurus oleh budak-budaknya.
Saat Chastelein meninggal, lewat kesepakatan dengan
penguasa Belanda di Batavia, Depok menyatakan merdeka (wilayah otonom Belanda,
punya Presiden sendiri), disebut Het Gemeente Bestuur Van Het Particuliere
Land Depok.
Tahun 1945 saat proklamasi kemerdekaan Indonesia, Depok
tidak mau bergabung ke Indonesia. Mereka juga tidak mau mengakui kemerdekaan
Indonesia.
Wah, repot ini urusan, bagaimana bisa? Ada wilayah yang
berbatasan dengan Jakarta justru tidak mau bergabung ke Indonesia. Duri dalam
daging. Maka, rakyat Indonesia, pemuda-pemuda pejuang, gagah berani menyerbu
Depok. Peristiwa itu dikenal dengan istilah “Gedoran Depok”, 11 Oktober 1945.
Berhasil, Depok dikuasai oleh pejuang kemerdekaan Indonesia, bendara merah
putih dikibarkan di sana.
Tetapi itu tidak berlangsung lama. Pasukan NICA
(Belanda, yg membonceng pasukan Sekutu) datang menyerang Depok, dan berusaha
menguasai kembali sepotong tanah tersebut. NICA menang, pejuang Indonesia
dipukul mundur.
Spesial sekali memang Depok ini, sampai NICA harus
memprioritaskannya, karena nampaknya Tuan Tanah Chastelein dulu memang punya
koneksi tingkat tinggi di Kerajaan Belanda.
Pejuang kemerdekaan Indonesia tidak begitu saja menerima
kekalahan itu. Mereka kembali mengkonsolidasi kekuatan, nah kita kembali ke
cerita abang kita tadi. Abang yang satu ini adalah salah-satu pemimpin
penyerbuan tersebut.
Mereka menyepakati, 16 November 1945, akan menyerang
Depok, mengusir tentara NICA. Sandi perangnya adalah “Serangan Kilat”.
Itu adalah perang hidup mati.
Pada 16 November 1945, bergeraklah ratusan pemuda menyerbu
Depok. Perang meletus di seluruh Depok.
Harganya mahal sekali, banyak pemuda yang gugur, termasuk
salah-satunya abang kita ini. Dia tewas di daerah Pancoran Mas, Depok.
Anak muda yang pintar analis kimia, sempat kursus
penerbang, telah gugur menunaikan tugasnya.
Siapa nama anak muda itu? Seluruh orang Depok pasti tahu!
Karena mereka pasti pernah melewati jalan yang hingga hari
ini diabadikan dari namanya. Dialah MARGONDA. Abang kita ini bernama
Margonda.
Juga turut gugur dalam rangkaian peristiwa itu adalah Letda
Tole Iskandar dan Mochtar Sawangan.
Nama-nama itu juga diabadikan menjadi nama jalan di Depok.
Ketahuilah, negeri kita ini punya catatan sejarah yang kaya
sekali. Saat anak muda benar-benar berperang HIDUP MATI melawan penjajah.
Kenanglah perjuangan mereka, bacalah sejarah tentang
mereka.
@RI Merdeka 17/8/45.
Sumber : Anonim via WA Group / Foto : Wikipedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar